Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2018

Ebeg: Sebuah Budaya Perlawanan

Adoh ratu perek watu , jauh dari raja dekat dengan batu. Kalimat tersebut kerap dipakai untuk menggambarkan eksistensi Banyumas atau wong Banyumas. Secara politik, tak pernah ada raja yang berkeraton di wilayah yang dikelilingi pegunungan ini, yang ada hanya seorang adipati. Banyumas, sebuah daerah perdikan dan negeri ”mancanegara”, baik pada masa Majapahit dan Mataram (Jawa) maupun Pajajaran (Sunda).  Banyumas berkesempatan mengembangkan budaya sendiri yang khas dan unik. Sat u unsur budaya yang lekat di masyarakat Banyumas dan masih bertahan hingga kini adalah dialek bahasa penginyongannya. Konon, ini adalah Bahasa Jawa murni atau bahasa Jawadwipa. Banyumas juga kaya akan kesenian khas, seperti ebeg,  cowongan , lengger, genjringan, ujungan, udhun-udhunan, begalan, memedi sawah, dan kentongan. Seni-seni tersebut agak berbeda dengan seni budaya yang berkembang di tempat lain. Maka Wong Banyumas tidak terlalu memuja kasta. Egaliter, kesederajatan, blakasuta, menjadi pola hidu