Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2022

Manajemen Pondok Pesantren

Rumusan masalah yang paling sumir di sini adalah, tentang harus dimulai dari mana? Dalam diskusi verbal, padahal semua itu deras saja mengalir dalam berbagai wacana, narasi dan dialektika. Namun begitu disusun dalam aksara, balik kanan semua. Mulai dari mana?! Ya, mulai dari mana? 🥴

Ramadhan Tanpa Bapak

Haflah sudah selesai. Nyadran juga sudah terlaksana. Semua tinggal menunggu Ramadhan tiba. Waktu terasa berhenti berpendar.  Ramadhan ke dua, Bapak tidak berada di tengah-tengah kami. Meski beliau selama berpuluh tahun telah mempersiapkan semua untuk hari ini. Ketiadaan Bapak tetaplah menjadi sebuah kehilangan yang paling monumental.  Betapa tidak? Sebelumnya, beliaulah yang terlihat paling siap jika akan menyambut datangnya bulan Ramadhan seperti ini. Mulai amaliyyah , dirosah ,  maaliyyah juga mujahadah . Ramadhan terasa hidup. Saat-saat jelang Ramadhan begini, semua dimulai dari penyusunan jadwal imsakiyyah, kultum, kajian kitab, imam tarawih hingga daftar santunan mustahiq . 

Bangkitnya Wangsa Wirasaba

Nama Ruh Perspektif Kang Aldie

Beberapa saat lalu netizen yang beriman digegerkan oleh kalam salah seorang ustadz pesohor. Dalam kajian yang disiarkan secara virtual, beliau menyebutkan bahwa setiap manusia memiliki nama ruh dan nama jasad. Nama jasad rasanya tak perlu diulas lagi. Itu nama yang selama ini melekat pada diri seseorang dari hasil pemberian orang tuanya. Tapi nama ruh, apa pula itu? 

Sejarah Desa Wiradadi Kecamatan Sokaraja | Banyumas

Desa Wiradadi merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah.  Desa Wiradadi terletak di sebelah barat Kecamatan Sokaraja. Yang berbatasan langsung dengan Desa Karangnanas, Desa Kalikidang dan Desa Kedung Wulung. Desa Wiradadi memiliki luas wilayah 258.950 Ha, yang terdiri dari tanah sawah, tanah tegalan, tanah pemukiman penduduk. Dan luas tanah Desa Wiradadi adalah 15.825 Ha. Tanah yang bersertifikat sejumlah 251 buah.  Desa Wiradadi memiliki jumlah kartu keluarga sejumlah 1730 buah yang terdiri dari jumlah penduduk 5.716 jiwa, 2.894 jiwa laki – laki dan 2.822 jiwa perempuan. Dan mayoritas agama penduduk Desa Wiradadi adalah beragama islam. Gerbang Emas Masuk ke Desa Wiradadi Wiradadi merupakan desa yang cukup luad karena Desa Wiradadi adalah gabungan dari dua desa yang saling bertetangga yaitu Desa Gerengseng dan Desa Kaliomas. Dalam sejarahnya Desa Wiradadi merupakan gabungan kedua desa tersebut yaitu Grengseng dan Kaliomas yang

Sejarah Desa Banjarsari

Dahulu Desa Banjarsari merupakan perdukuhan, yang ada hanya hutan belantara, sebenarnya ada rumah namun hanya beberapa saja dan itu sangat jauh jaraknya antara rumah satu ke rumah dua sehingga dahulu sangat rawan terhadap kemalingan, yang kemudian kedatangan empat orang bersaudara yang mengunjungi desa banjarsari, mereka merupakan orang pelarian dari majapahit yang  pada saat itu kerajaan majapahit sedang ada peperangan sehingga mereka melarikan diri dan bersembunyi di hutan belantara, empat bersaudar tersebut bernama bau gadung, Siti khoti‘anu, Dewi aisyah dan Eyang narwisah yang kemudian mereka membabad alas dimana mereka berkeinginan untuk membuat sebuah desa dan hingga akhirnya setelah itu hutannya di babad dan terbentuklah sebuah grumbul yang dinamakan dengan Ndesa, grumbul ndesa tersebut merupakan awal mulanya terbentuknya desa banjarsari. Setelah itu dari empat bersaudara bertengkar merebut kekuasaan desa banjarsari tersebut, dikarenakan  dari empat bersaudara tersebut semuanya

Menembus Desingan Dunia

Bagi pembaca yang sama-sama berburu waktu dengan senja, maka harus terjaga dalam mode waspada, kepo dan ekstra semua. Maka, di antara kebisingan sisa hari dan harapan-harapan yang terlanjur lebur dalam waktu, aku berdiri. Penawaran yang datang dan pergi laksana udara, membuatku belajar tentang pilihan dalam hidup. Menggapai dan melepas, adalah suatu pilihan yang biasa. Itulah mengapa, bersiasat dengan sang waktu merupakan suatu perihal penting di dalam kehidupan ini.

Mewariskan Cinta dan Cita

Janji Syurga: Kehidupan Kita dan Guru

Satu di antara ulama yang videonya cukup banyak diunggah di Youtube adalah pengajian Kiai Haris Shodaqoh. Kabarnya pengajian 'offline' kitab al Hikam yg diampu oleh Kiai Haris Shodaqoh tiap hari Ahad di pesantrennya, dihadiri ribuan jamaah. Video pengajian kitab al Hikam Kiai Haris ini juga dapat kita simak di Youtube. Seperti video pengajian kitab Hikam lainnya, yg diampu oleh Kiai Jamaluddin Ahmad, dan Kiai Imron Djamil. Pengajian Kiai Haris Shodaqoh menurut saya sangat mudah untuk ditangkap, diterima, direnungkan, dipahami, sebab materi pengajian dijelaskan dengan bahasa yang sangat fasih, urut, jelas, dan tidak terburu-buru, alias tenang cenderung santai, serupa Kang Ulil Abshar tiap kali ngaji online. Ini sangat membantu orang seperti saya yang kurang mampu menangkap penjelasan dengan cepat.   Dalam salah satu video pengajian, beliau Kiai Haris Shodaqoh menjelaskan tentang dua jenis keturunan dalam kehidupan ini. Tentu penjelasan yang saya tulis di bawah ini tidak sama pe

Sejarah Desa Dukuhwaluh

Sudah menjadi naluri, ketika bermukim pada suatu kawasan selalu terbersit aspek kesejarahan daerah tersebut. Mengalir saja. Apakah ini salah satu varian gangguan psikologis? Semoga saja tidak. 😁

Bulan Ruwah (Sya'ban), Waktunya Nyadran.

Bulan Sya'ban telah tiba! Ramadhan di depan mata. Bagi masyarakat Nusantara, mereka memiliki kenangan tersendiri di dalam alam bawah sadar mereka tentang Sya'ban.  Jika bulan Sya'ban tiba, itu artinya saatnya mengenang secara khusus arwah para leluhur mereka dengan cara Ruwahan. Istilah Ruwahan, berasal dari kata arwah . Diksi ini kemudian diserap oleh para Wali menjadi Ruwah , acara peringatannya disebut dengan Ruwahan . Para prakteknya, istilah Ruwahan juga dimaknai sebagai Nyadran . Kata ini berasal dari bahasa Sansekerta sraddha , artinya keyakinan. Dahulu kala, pergeseran agama Kapitayan, Hindu, Buddha ke dalam ajaran Islam, nyadran dilakukan sebagai puncak kebaktian yang yang sakral kepada arwah leluhur dengan sejumlah upacara. Setelah para wali datang, mereka tidak serta-merta merubah keyakinan secara frontal, namun perlahan dan disesuaikan dengan daya intelektual masyarakat pada waktu itu. Metode ini sangat sesuai dengan pola Islamisasi yang dilakukan oleh Baginda