Skip to main content

Posts

Sebaran Mitra ngeGus Education

Jaringan NU: BAHTSUL MASAIL NU masuk MWC NU Kalibagor masuk Jaringan Sorban: INFO MAJELIS BANYUMAS RAYA masuk Jaringan PN: Jaringan Islamcholic: TENTANG ISLAM (ABOUT ISLAM) masuk TAUSIYAH HIJRAH masuk Sahabat Hijrah Indonesia masuk Dunia islam masuk Kajian islam masuk   ۩﷽ CINTA~ISLAM ﷽۩ masuk FORUM DISKUSI DAN TANYA JAWAB SEPUTAR AGAMA ISLAM masuk Hijrah & Istiqomah karena Allah masuk Jaringan Sosial, Seni dan Budaya: Shortlink GO Paypal GO WP GO

Kurikulum Daring di Masa Pandemi

Ketika badai wabah Covid-19 melanda, kami masih berkutat dengan sub-sub keilmuan di ruang kuliah. Belum ada instruksi yang pasti saat itu dari Pemerintah, kami masih memposisika diri sebagai penonton dari kejadian-kejadian tragis di Wuhan - Chinna.

Sarung Berlogo NU Dikecam, Produsen dan Reseller Mengerang.

Ilustrasi Sarung NU Sarung NU Indetitas masih menjadi komoditas bisnis yang menguntungkan. Termasuk logo Nahdlatul Ulama (NU) di kalangan pasar Nahdliyyin. Bagi sebagian pembeli, sarung karakter satu ini bukan hanya sekedar sarung biasa, namun lebih sebagai ekspresi ideologis di dalam lingkungan sosial. Dan bagi kalangan produsen dan makelar atau reseller sarung karakter, ini adalah peluang pasar yang kuat. Ini peluang besar memadatkan pundi-pundi penjualan.  Lantas, apakah tingginya permintaan pasar atas sarung karakter ini terpengaruh 'keramat' NU? Tentu saja, tanpa adanya logo tersebut, kain sarung hanyalah selembar kain yang nir-faidah. Sekali lagi NU menunjukkan endorsenya terhadap kreativitas dunia industri tekstil di Indonesia. Logo NU pada Sarung Dikecam Sebenarnya, entah ide siapa yang pertama kali menjadikan logo NU sebagai ornamen sarung. Ada yang menyebut hal ini marak semenjak logo-logo banom NU mulai dijadikan bahan atasan batik pada dasawarsa terakhir ini. Ekspr

Kerap Meracau PKI, Alfian Tanjung Diduga Mengidap PKIdiot Syndrome

Ujar-ujar Arabia man ahabba syai'an fakatsira dzikruhu kiranya dapat dijadikan salah satu indikator fundamental para penderita PKIdiot Syndrome. Bagaimana tidak? Saban hari teriak-teriak PKI kian kemari, namun jika ditanyakan siapa dan dimana maka sontak bungkam. Jawabnya simple " maaf, sekedar mengingatkan.. ". Dalam sosiologis pedesaan, jika ada warga yang teriak-teriak maling namun jika ditanya siapa dan dimana namun dijawab " sekedar mengingatkan dan waspada ", niscaya warga tersebut lambat laun akan ditempeleng beramai-ramai dan diarak menuju poli kejiwaan rumah sakit terdekat.

Islam 212: Sejarah dan Kiprahnya di Indonesia

Dinamika sosial agama di Indonesia seolah tidak pernah kehabisan energi untuk mengeliat. Dan Islam yang semula menjadi sebuah ajaran dan budaya yang melekat tak luput dari sasaran kepentingan politik indetitas dengan berbagai motifnya. Dalam perspektif politik, hal ini setidaknya tergambar dari jumlah partai politik yang mengatasnamakan perjuangan berasaskan Islam. Hal ini bukan hanya terjadi akhir-akhir ini saja, perebutan identitas Islam bahkan tetap terjadi hingga hari ini. Dalam sejarah pemikiran di Indonesia, pergerakan Islam sebenarnya dapat dipetakan secara sederhana melalui ideologi yang menjadi ruh gerakannya: Sunni ( Ahlussunnah wal Jama’ah ), Syi’ah, Wahabiyyah dan Liberal. Sejarah pula membuktikan bahwa setiap bungkus organisasi masyarakat berlebelkan Islam, tidak lepas dari keempat ideologi tersebut yang beriringan dengan kejadian politik yang berkembang. Namun demikian, tampaknya di antara fenomena yang ada, gerakan Islam 212 merupakan fenomena yang paling memalukan di se

Lebaran di Tengah Narasi Covid-19

Perayaan Hari Raya Idul Fitri 1441 H di tahun 2020 menyimpan cerita tersendiri. Tak terkecuali, bagi siapa saja. Bagaimana tidak, gelombang wabah Corona menghantui nyali siapa saja masih sayang pada selembar nyawanya, juga orang-orang di sekelilingnya. Namun demikian, semuanya berjalan bukannya tanpa cerita. Itulah mengapa semua ini patut diabadikan ke dalam narasi berikut ini. Kemuakan pada situasi sosial dimulai semenjak dipatik peristiwa politik jorok yang menjajakan indetitas agama sedemikian vulgar. Distigma jorok, ini lebih pada orang-orang yang jelas-jelas juga sadar akan standar nilai kebenaran dan kebersamaan yang justru meruntuhkan dua dogma suci tersebut. Para politisi, semuanya saja, 'membeli' corong-corong dari kalangan pesohor konten agama untuk melegitimasi maksud-maksud mereka di dalam merebut kekuasaan di republik ini. Gayung bersambut bukan sekedar para pesohor itu takut lapar, kondisi ini juga ditangkap oleh pemilik media sebagai komoditas bisnis. Politisi ja

Kontra Narasi Covid-19

Covid-19 membelah masyarakat menjadi dua kelompok, pro dan kontra. Nah, sampai di sini benak saya berkata lain. Bahwa, pihak yang pro acap kali merupakan elit birokrat yang dengan massif menakut-nakuti rakyatnya. Tujuannya ya itu, semata-mata demi bancakan anggaran. Sementara, di seberang mereka adalah kaum yang kontra narasi Covid-19. Berangkat dari fluktuasinya para terdampak, sakit dan sembuh. Pengobatan penuh ditanggung negara. Dan anehnya, meskipun banyak dikabarkan pengidap yang sembuh, sampai tulisan ini diunggah pun belum ada pengakuan ditemukannya anti-virus Corona itu.  Mereka sakit apa?. Dan sembuh dari apa?  Namun, bukankah ini bencana global. Dana triyunan bersumber dari pajak rakyat telah digelontorkan dalam berbagai bentuk program dan stimulasi bertajuk penanggulangan wabah. Sementara, mental koruptif akut semakin meruntuhkan kredibilitas otoritas di tengah-tengah kesengsaraan masyarakatnya. Bagaimana tidak, PHK terjadi dimana-mana. Narapidana dibebaskan. Dan mereka haru