Skip to main content

Teknis Perhitungan Abjadun (Hisab Jumal)

Pendahuluan

Hisab abjad atau abjadun/jumal merupakan sistem numerisasi huruf Arab yang berkembang di kalangan ulama Timur Tengah klasik. Sistem ini menempatkan setiap huruf dalam abjad Arab pada nilai angka tertentu, mulai dari 1 hingga 1000. Tradisi ini memiliki akar dalam sistem alfanumerik Semitik kuno (Ibrani, Aram, Yunani), dan digunakan dalam berbagai disiplin ilmu, mulai dari tafsir isyarat, penentuan tarikh (chronogram), hingga aplikasi dalam tasawuf, doa, dan budaya Nusantara. Di Jawa-Islam, metode ini juga hadir dalam primbon, penanggalan, dan karya sastra berbahasa Arab-Jawa.

Landasan Teoretis: Filologi dan Kritik Historis

Secara filologis, sistem abjadun mencerminkan kesinambungan tradisi penulisan huruf dengan fungsi simbolik. Huruf tidak hanya dianggap sebagai unit bunyi, tetapi juga sebagai lambang kosmologis dan numerik. Kritik historis menunjukkan bahwa penerapan abjadun memiliki konteks sosial tertentu: legitimasi politik, peneguhan spiritual, dan medium simbolik budaya. Sejumlah teks klasik, termasuk tafsir huruf muqaththa‘at dalam al-Qur’an, menggunakan pendekatan ini. Namun, dari perspektif historis, praktik ini lebih bersifat interpretatif dan spiritual daripada eksak matematis.

Tabel Nilai Abjad (Jumal Kabīr)

Huruf Nama Nilai Huruf Nama Nilai
ا Alif 1 ق Qaf 100
ب Ba 2 ر Ra 200
ج Jim 3 ش Shin 300
د Dal 4 ت Ta 400
ه Ha 5 ث Tsa 500
و Waw 6 خ Kha 600
ز Zay 7 ذ Dzal 700
ح Ha’ 8 ض Dhod 800
ط Tha 9 ظ Zha 900
ي Ya 10 غ Ghain 1000
ك Kaf 20
ل Lam 30
م Mim 40
ن Nun 50
س Sin 60
ع Ain 70
ف Fa 80
ص Shad 90

Metode Perhitungan

  1. Jumal Kabīr (besar): huruf dihitung sesuai nilai penuh (1–1000).

  2. Jumal Ṣaghīr (kecil): hasil jumlah direduksi hingga angka tunggal (contoh: 163 → 1+6+3 = 10 → 1+0 = 1).

  3. Tahapan Teknis:

    • Transliterasi kata/frasa ke huruf Arab.

    • Pemetaan huruf → angka berdasarkan tabel.

    • Penjumlahan angka.

    • Interpretasi simbolik (tarikh, doa, atau makna spiritual).

Contoh Aplikasi

  1. زَبُور (Zabur): ز (7) + ب (2) + و (6) + ر (200) = 215. Jumal ṣaghīr = 2+1+5 = 8. Makna: kitab puji-pujian Nabi Dawud, angka 8 dihubungkan dengan delapan malaikat pemikul ‘Arsy.

  2. بنيماس (Banyumas): ب (2) + ن (50) + ي (10) + م (40) + ا (1) + س (60) = 163. Jumal ṣaghīr = 1+6+3 = 10 → 1+0 = 1. Simbolik: penegasan tauhid dalam identitas lokal.

  3. سوڮيڠ رياڎي (Sugeng Riyadi): (146 + 1021) = 1167. Jumal ṣaghīr = 1+1+6+7 = 15 → 1+5 = 6. Makna: harmoni enam arah kehidupan, refleksi selamat hari raya.

Analisis Kontekstual

Dalam tradisi Islam klasik, hisab abjad digunakan untuk menandai tahun sejarah (tarikh), memberi tafsir simbolik pada huruf al-Qur’an, hingga mengaitkan jumlah dengan wirid tertentu. Di Nusantara, terutama dalam budaya Jawa, metode ini menyatu dengan penanggalan Jawa-Islam dan karya sastra seperti tembang dan serat. Dalam perspektif filologi, teks-teks yang memuat hitungan abjad adalah jejak pertemuan antara tradisi Arab-Islam dan kosmologi lokal. Sedangkan kritik historis mengingatkan bahwa sistem ini harus dibaca sebagai bagian dari warisan intelektual dan spiritual, bukan instrumen sains empiris.

Simpulan

Hisab abjad (abjadun/jumal) merupakan metode numerisasi huruf yang sarat makna historis, simbolik, dan spiritual. Dengan pendekatan filologi dan kritik historis, kita dapat memahami fungsinya sebagai medium budaya dan religius, baik di Timur Tengah klasik maupun di Nusantara. Perhitungan abjad tidak hanya menghasilkan angka, tetapi juga memuat horizon makna yang membentuk kesadaran kolektif masyarakat Muslim lintas zaman dan wilayah. 

Comments