Skip to main content

Sedekah Bumi: Akulturasi Dakwah Banser Banyumas


Ahli tarikh menyebutkan bahwa butuh 700 tahun guna membumikan Islam sebagai agama di bumi Nusantara. Hal ini jika merujuk kepada beberapa pendapat masuknya Islam ke jazirah Nusantara, Teori Makkah ataupun Teori Gujarat. Namun tidak dapat ditampik jika hubungan dagang dan diplomasi antara berbagai kerajaan Nusantara seperti Barus, Samudera Pasai, Sriwijaya ataupun Majapahit dengan dunia Arabia serta semenanjung Afrika telah berlangsung selama ribuan tahun lamanya. Kerajaan Barus misalnya, hubungan dagang dengan Imperium Mesir memiliki kisah yang terjalin selama ribuan tahun dengan ekspor kamper sebagai bagian utama dalam pembalseman mummi para Fir'aun (raja-raja Mesir) semenjak zaman purba.


Sementara itu, jika kita menarik ke zaman pertengahan pada awal mula Islam. Pada bulan ini pula, sebagaimana dikisahkan dalam berbagai kitab tarikh, terjadi banyak hal atas para utusan Allah di muka bumi ini. Tepatnya dua tahun masa nubuwwah yang ditandai dengan hijrahnya umat Islam generasi pertama ke Kota Madinah. Peristiwa ini lantas memunculkan istilah baru bagi para penduduk kota Madinah sebagai kaum Ansor (Penolong Agama). Peristiwa ini kemudian diabadikan sebagai awal perhitungan tahun bagi umat Islam.  Alhasil, Muharram adalah bulannya Pemuda Ansor. 

Jika berrefleksi ke zaman purba, bulan Sura dalam tradisi Nusantara kuno setidaknya mencakup tiga kegiatan:

Pertama, Nyadran. Kegiatan ini adalah berziarah ke punden-punden (petilasan) para manusia suci yang memiliki kekeramatan dan berjasa di dalam menuntun secara ruhaniah terhadap masyarakatnya. Dahulu kala, Nyadran merupakan ritual penawaran persembahan-persembahan kepada para arwah suci yang menjaga kehidupan mereka (mbahurekso). Setelah Islam datang dengan cara akulturasi budaya dan absorbsi akidah, nyadran tidak dihilangkan namun digiring ke dalam bentuk ziarah kubur kepada para shalihin setempat ataupun menziarahi pusara para keluarga kaum muslimin yang lebih dahulu telah meninggal dunia.

Kedua, Kirab. Kegiatan ini semenjak dahulu kala merupakan perjalanan secara bersama-sama seluruh anggota masyarakat dan para pemuka agama mengelilingi desa mereka sembari mengiringi tumbal (persembahan) terpilih dari prosesi nyadran yang nantinya akan disedekahkan (ditumbalkan). Dalam hal ini lazimnya adalah hewan ternak dan bahkan berupa manusia. Hal ini mereka lakukan sebagai upaya harmonisasi dengan para 'penguasa ghaib desa'. Setelah Islam datang, ritual kirab ini tetap dilakukan tanpa merubah substansinya, yaitu mengelilingi desa sembari berdzikir guna menolak bala' dan bencana bagi seluruh penduduk desa.

Ketiga, Sedekah bumi. Ini adalah puncak peringatan dalam perayaan bulan Sura. Dimana seluruh penduduk desa guyub berkumpul dan secara bergotong-royong melakukan doa bersama di tempat yang terbuka ataupun rumah ibadah. Dahulu kala, sedekah bumi adalah momen persembahan hewan korban kepada mbahureksa desa dengan cara menanam bagian kepala di titik nol suatu desa. Seiring masuknya ajaran Islam hal ini lambat laun dihilangkan. Sedekah bumi pada gilirannya hari ini berisi sedekah makanan antar para penduduk desa yang dinikmati setelah dzikir dan doa bersama bagi keselamatan seluruh penduduk desa.




Dukuhwaluh, Rabu, 26 September 2018.

Comments

Popular posts from this blog