Skip to main content

Menggugat Nalar Ekonomi Islam di Indonesia

Tulisan ini ada baiknya dimulai dari pangkal pemikiran ekonomi Islam itu muncul. Bahwa ide ekonomi Islam itu seiring dengan tabligh ajaran Islam pada 571 Masehi, maka itu benar. 

Sederhananya, ekonomi Islam adalah suatu ketentuan bagi umat Islam di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik lahir maupun batin. Locusnya begitu. Hal ini, berikutnya, tentu menimbulkan pengembangan konsep pemikiran sesuai problematika kapan dan dimana umat Islam itu hidup mengamalkan ajaran agamanya. 




Dalam perspektif rumusan penulis, ekonomi Islam lebih merupakan dogma tentang ketentuan bagi umat Islam di dalam memenuhi kebutuhan yang berangkat dari iman, sesuai hukum syariat dan berorientasi pada keselamatan akhirat. 

Menyoal ekonomi Islam, benar, setidaknya ada trilogi konsepsi yang akan terhampar. Pertama, ekonomi. Kedua, Islam. Ketiga, Ekonomi Islam itu sendiri. Fakta bahwa Islam secara psikologis di Indonesia itu berbeda, itu niscaya. Lantas bagaimana dengan semangat copy paste pemikiran ekonomi Islam ala Timur Tengah dipraktekkan secara bar-bar di Indonesia? Jelas lambat laun akan menimbulkan masalah. 

Padahal, ajaran Islam diabsorbsi oleh bangsa Nusantara bertipikal ramah sosial, fleksibel dan membumi. Lantas apa pasal sebenarnya sehingga masyarakat Indonesia terkesan enggan berekonomi Islam ala akademisi? Bukankah selama ini konsepsi ekonomi Islam hanya laku sebagai diskursus di kampus-kampus atau acara berbasis anggaran, bukan berangkat dari menjawab kebutuhan masyarakat?!. 

Misalnya, mainset masyarakat terhadap bank adalah solusi keuangan sebagai tempat menyimpan dan meminjam uang. Saat masyarakat butuh uang, dapatkan mereka mengakses akad qard di bank syariah? Tentu tidak. Jelas di sini ada problem. 


Comments

Popular posts from this blog