Skip to main content

Ambiguitas Makroekonomi Konvensional dan Islam Terkait Pembangunan Berkesinambungan dalam Perspektif Islam

Oleh :
Aning Ayu Amaliyah (092323O17)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PURWOKERTO
2011

PENDAHULUAN
Saat ini, diskusi tentang pembangunan yang berkesinambungan menjadi topic yang hangat di berbagai negara didunia. Dan menjadi sebuah tantangan yang akan dihadapi oleh dunia dimasa yang akan datang. Akan tetapi seiring dengan semakin hangatnya perbincangan tentang hal ini, masih kurang jelasnya makna secara konseptual.
Kalau kita lihat relevansinya dengan Indonesia saat ini, banyak terjadi bencana alam yang tidak pernah henti hentinya. Mulai dari banjir, longsor, kemiskinan sampai pada busung lapar yang notabene Indonesia adalah negara agraris. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya perhatian pemerintah untuk menjaga lingkungan alam Indonesia, atau pembangunan negara yang berkesinambungan.
Dalam makalah ini pertama, akan dibahas makna dari pembanguan yang berkesinambungan dari dua perspektif baik secara konvensional maupun menurut konsep Islami. Setelah itu posisi Islam dalam pembangunan dalam indicator-indikator pembangunan yang berkesinambungan. Yang dalam perkembangannya salah satu indicator yang penting adalah moral etikai. Kemudian  indicator-indicator pembangunan dengan menggunakan analisis definisi kepentingannya, kekurangan, dan hubungannya dengan prinsip-prinsip Islam. Terakhir tentang beberapa kebijakan menurut Islam.


PEMBAHASAN
A.     KONSEP PEMBANGUNAN
1.      Pembagunan menurut konsep konvensional
a.      Pengertian
Pembangunan berkesinambungan pada dasarnya adalah konsep baru meskipun sejarahnya kembali jauh kemasa lalu sebagaimana halnya jika dikaitkan dengan berbagai konsep pembangunan ekonomi terbaru. Pada setengah abad yang lalu pertumbuhan menjadi prioritas utama dibandingkan dengan tujuan ekonomi lainnya. Alasannya adalah mereka percaya bahwa tanpa pertumbuhan tidak ada sesuatu yang dapat didistribusikan, bahkan masalah kemiskinan. Mekipun pekerjaan ditawarkan oleh perekonomian untuk menjamin full umployment dan tidak adanya stabilitas yang dapat diraih dalam waktu yang bersamaan. Celakanya lagi, kegagalan dari kemakmuran trikle down efek dari orang orang kaya kepada orang miskin dalam masyarakat. Yang terjadi adalah sebaliknya trikle up efek, penyedotan besar besaran dari orang miskin kepada orang orang yang kaya.
Terlebih pembangunan setelah era industrialis meningkat menjadi empat kali lipat demi memenuhi permintaan. Sejalan dengan partumbuhan populasi mereka sadar bahwa bumi yang mereka tempati itu diliputi dengan lingkungan yang mengalami degradasi yang disebabkan oleh keinginan mereka sendiri. Pengertian pembangunan masuk dalam skema bagaimana menggabungkan kejanggalan antara sumber daya yang terbatas pada satu sisi dan pembangunan yang cepat pada sisi lainnya.
Pada tahun 1980 sebuah konsep pembangunan diperkenalkan oleh IUCN (international union of natural resource), dari definisi yang diperkenalkan itu mengakui adanya hubungan interrelenship antara konsentrasi social, aktifitas ekonomi, lingkungan. Hingga pada 1987 sisi kemanusian dimasukkan oleh comisi brundtland. Perkembangan pengertian pembangunan selalu mengalami perkembangan. Definisi brundtland juga masih mengandung ambiguitas yang memungkinkan untuk diperdebatkan.[1]
Tidak banyak literature yang mencurahkan ide tentang pembangunan yang berkesinambungan. Tetapi sebagai kebanyakan pemikiran yang mengintrepertasikan masa depan mencoba mencari kesinambungan yang bergantung pada prioritas dan subjektifitas pemikir. Para ekonom, ekologis, penulis buku, dan pemerhati lingkungan mempunyai pendekatan yang berbeda-beda untuk menentukan issue pembangunan yang berkesinambungan. Dengan pemahaman seperti ini dapat dikatakan bahwa tidak ada yang bias dikatakan pendekatan yang paling benar.[2]                                                               
b.      Pendekatan yang digunakan konvensional
Meurut  Izyani[3] dalam beberapa literature menyebutkan ada tiga tipe pendekatan yaitu:
1. Pendekatan melalui pemeliharaan tingkat pertumbuhan dalam waktu jangka panjang.
2.  Pendekatan dengan pencapaian keadilan intergeneration,
3. Pendekatan yang terakhir adalah memelihara kualitas manusia dan lingkungan    hidup sekarang.[4]
 Pada intinya problemnya adalah kebebasan manusia dalam bertindak, teori yang dipakai oleh konvensional metode positif artinya mereka tidak mempercayai akan moral sebagai salah satu aspek dalam pembangunan yang berkesinambungan. Atau segala sesuatu itu harus dapat dinilai dengan satuan moneter.[5]


2.      Perspektif Islam dalam Pembangunan yang berkesinambungan
Dalam konsep pembangunan yang berkesinambungan menurut Islam memiliki tiga sapek berdasarkan pada harmonisasi lingkungan, social dan kecenderungan ekonomi yang menjamin pembangunan itu berkesinambungan.
a.      Aspek lingkungan
Sebagian besar penulis mengklaim bahwa pembangunan yang berkesinambungan terutama kesinambungan lingkungan adalah sejalan dengan konsep Islam. Dalam al-quran manusia memiliki hak istimewa yaitu sebagai khalifah diatas bumi ini. Sehingga manusia adalah penentu akan kesinambungan bumi.
b.      Aspek social-kultur
Dalam Islam sangat menganjurkan untuk hidup sederhana atau lebih dekinal dengan moderat bukan berlebih lebihan. Dalam convensional konsumerisme sangat diagung agungkan hal ini sangat bertolak belakang dengan prinsip Islam. Dalam Islam tidak menjumpai kekurangan  karena permintaan hal hal yang wah, hal ini akan membawa pada rendahnya moral.
Dibarat, diskriminasi yang berdasarkan pada karakteristik ekternal dan internal dipandang remeh dan pribadi pribadi membantu menemukan pekerjaan menuju kepada kebebasan dari kemiskinan. Masyarkat berusaha mencapai keadilan yang lebih dalam distribusi sumber daya Alam dan mempromosikan integtrasi group-group yang tertindas. Para konvensional memakai ukuran ukuran seperti Gini index of income inequality, unemployment rate, ratio of average female to male wage untuk mengkampayekan keadilan yang dimaksudkan. Dalam Islam keadilan dan kemiskinan menjadi salah satu priporitas yang utama. System zakat misalnya sebagai sarana untuk menjaga keadilan dalam distribusi kekayaan.[6]
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil, kriteria yang rasional objektif, dan dapat dipertanggung jawabkan. Tidak boleh ada pihak yang dirugikan.
Prinsip keadilan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
(1)      Keadilan distributive
Yaitu keadilan yang sifatnya menyeimbangkan alokasi benefit dan beban antar anggota kelompok sesuai dengan kontribusi tenaga dan pikirannya terhadap benefit. Benefit terdiri dari pendapatan, pekerjaan, kesejahteraan, pendidikan dan waktu luang. Beban terdiri dari tugas kerja, pajak dan kewajiban social.
(2)      Keadilan retributive
Yaitu keadilan yang terkait dengan retribution (ganti rugi) dan hukuman atas kesalahan tindakan. Seseorang bertanggungjawab atas konsekuensi negatif atas tindakan yang dilakukan kecuali tindakan tersebut dilakukan atas paksaan pihak lain.
(3)      Keadilan kompensatoris
Yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi bagi pihak yang dirugikan. Kompensasi yang diterima dapat berupa perlakuan medis, pelayanan dan barang penebus kerugian. Masalah terjadi apabila kompensasi tidak dapat menebus kerugian, misalnya kehilangan nyawa manusia. Apabila moral merupakan suatu pendorong orang untuk melakukan kebaikan, maka etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.[7]


c.       Aspek ekonomi
Diskusi masalah pembangunan yang berkesinambungan selalu menarik jika dihubungkan dengan aspek ekonomi. Persepsi Islam berbeda dengan konvensional. Kesejahteraan materiil adalah element yang penting dalam ekonomi konvensional sejak pardigma material sebagai modus operandinya pada masa pencerahan. Menurut mereka dunia ini hanya untuk mereka sekarang sehingga mereka memiliki kekuasan terhadapnya. Konsumerisme menjadi tujuan utama dalam ekonmi.
Hal ini terus berlangsung sampai saat ini, hingga mereka sadar bahwa adanya mssing link dalam pembangunan yang berkesinambungan. Missing link itu adalah etika dan moral. Kepercayaan konvensional bagi mereka hanya bisa menggunakan bukan memilikinya sehingga mereka tidak ada niat untuk tetap menjaganya.

B.     INDIKATOR-INDIKATOR PEMBANGUNAN
Sepanjang diskusi tentang pembangunan berkesinambungan yang banyak dibicarakan adalah dalam hal istilah dan konsep isi.[8]
1.      Makna, maksud dan pent­ingnya pembangunan
Secara definisi indicator adalah bentuk sebuah ukuran. Ukuran masyarakat artinya apa yang mereka pedulikan dan yang ada didalamnya. Ukuran ukuran itu membantu dalam memutuskan definisi tujuan social, menghubungkannya pada target dan akses secara cepat dalam pencapaian target tersebut. Indiaktor bisa juga diartikan dengan satuan informasi. Mengutip Renning dan Wiggering (p25-26) indicator pembangunan diartikan dengan istilah istilah strategi ekonomi dan ekologi.
2.      Indikator indikator menurut perspektif konvensional dan Islam
Ukuran konvensional tidak cukup untuk menangkap dimensi penting sebuah kesinambungan seperti kesejahteraan, keadilan social dan kualitas lingkungan sejak mereka kesulitan untuk menyatakan dalam monetary unit, dan tidak dapat dipertanggungjawabkan pada kuantifikasinya. Disini Izyani memasukkan Moral sebagai salah satu indicator yang tidak bisa dipisahkan dengan indicator indicator lainnya.

 
PENUTUP
Ada beberapa tujuan yang sama dari kedua pandangan ini yaitu untuk mencapai keadilan distribusi ekonomi ummat dapat di bentangkan secra berkelanjutan untuk berbagai generasi. Sebenarnya, perbedaan yang sangat menonjol adalah cara pandang hidup ini, konvensional semuanya harus dapat diukur dengan uang sehingga hal yang bersifat abstrak tidak dipandang. Berbeda dengan Islam memandang keduanya seimbang antara kongkrit dan abstrak. Nilai-nilai yang terkandung dalam universalisme islam, yakni lebih menekankan pada tujuan suatu keputusan atau Perbedaan tindakan perusahaan. Bebeda  dengan pandangan utilitirian (konvensional) yang menekankan aspek hasil suatu keputusan , dengan kata lain pandangan utilitirian sangat berorientasi hasil.
Dapat kita simpulkan bahwa islam sangat mendukung semua factor dan indicator yang telah konvensional gagaskan dengan memasukkan nilai nilai Islam didalamnya. Selama tidak bertentangan dengan prinsip prinsip Islam.
Dalam mengatur pembangunan yang berkesinambungan, memang harus dilakukan dengan baik agar kehidupan didunia ini berjalan sebagaimana mestinya. Semua indicator yang dijelaskan diatas memang penting namun lebih baiknya kalau indicator moral atau sikap itu tidak hanya dianggap sebagai pendukung bagi indicator indicator yang lainnya. Tetapi sebagai elemen tersendiri yang sejajar dengan indicator yang lain. Bahkan kalau kita lihat alas an utama diturunkan Rosulullah adalah untuk menyempurnakan aklaq manusia. Artinya, moral adalah factor terpenting dalam kehidupan manusia dan itu sudah menjadi fitrah.



DAFTAR PUSTAKA
[1]http://luqmanul.wordpress.com/2010/01/11/pembangunan berkesinambungan-dalam-perspektif-islam

Neni Sri Imaniyati, Hukum Ekonomi dan Ekonomi Islam dalam Perkembangan (Bandung : CV Mandiri Maju, 2002


[1]http://luqmanul.wordpress.com/2010/01/11/pembangunan berkesinambungan-dalam-perspektif-islam
[2] Penulis adalah mahasiswa STAIN V EI-A
[3] Izyani Zulkifli, Faculty of economics and Management Science. International Islamic University of Malaysia 53100 Kuala Lumpur, Malaysia
[4]http://luqmanul.wordpress.com/2010/01/11/pembangunan berkesinambungan-dalam-perspektif-islam
[5] MHS STAIN
[6] [6]http://luqmanul.wordpress.com/2010/01/11/pembangunan berkesinambungan-dalam-perspektif-islam

[7] Neni Sri Imaniyati, Hukum Ekonomi dan Ekonomi Islam dalam Perkembangan (Bandung : CV Mandiri Maju, 2002), hal. 163-165
[8] Dalam makalahnya izyani menguraikan makna maksud dan seberapa penting Pembangunan yang berkesinambungan serta indicator indicator yang mempengaruhi baik dari perpektif Konvensional maupun Islam.

Comments

Popular posts from this blog