Skip to main content

Sesajen Syariah: Konsep Sesaji dalam Islam

Sesajen berasal dari kata sesaji, artinya sajian atau hidangan yang dipersembahkan. Sebagai suatu persembahan, lazimnya berupa makanan, maka niat, tatacara dan peruntukan menjadi suatu yang fundamental. Ulama mengulas permasalahan ini secara hati-hati dan terperinci. Tentu, hal ini tidak berlaku bagi kalangan penganut Wahabi Salafi yang terkenal jumud dan juhal.

Dalam ajaran samawi, perintah mempersembahkan sesaji pertama kali disyari'atkan kepada para putera Nabi Adam A.S, yaitu Habil dan Qabil (Abel and Cain). Hal ini diabadikan di dalam kitab suci Al-Qur'an. Demikian pula riwayat perintah penyembelihan Nabi Isma'il oleh Nabi Ibrahim yang lantas perintah itu diganti dengan menyembelih domba sebagai ganti korban manusia. Sesaji, bahkan qurban (tumbal) merupakan keniscayaan yang ditemukan di dalam agama samawi.

Kunci boleh tidaknya sesajen secara garis besar dapat dirumuskan sebagai berikut:
  1. Sesajian, baik berupa makanan maupun jiwa (tumbal hewan) haruslah dari bahan yang halal, terbaik dan dilakukan semata-mata untuk mendapat ridha Allah SWT;
  2. Sesaji diselenggarakan untuk dinikmati oleh manusia dan atau disedekahkan kepada hewan;
  3. Sesaji dan tumbal yang dilaksanakan guna meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah SWT dari gangguan jin, musibah atau bencana tertentu, hukumnya boleh;
  4. Sesaji dan tumbal yang dipersembahkan kepada jin dan setan sebagai bentuk ketaatan dan permohonan perlindungan hukumnya haram. 




Comments

Popular posts from this blog