Skip to main content

Strategi Pengelolaan Keuangan Produktif Pondok Pesantren Pasca Ratifikasi Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2021

 

Pondok pesantren merupakan entitas pendidikan indigenous Nusantara yang memberikan warna kuat karakter bangsa Indonesia[1]. Sebagai negeri mayoritas muslim, lamanya masa kolonialisasi tidak serta merta merubah wajah teologis Nusantara. Di sini, peran pondok pesantren dengan jaringan ulamanya, sekali lagi terbukti signifikan[2]. Namun demikian, semenjak Indonesia merdeka hingga masa reformasi, nasib pondok pesantren terbilang kurang beruntung. Hal ini ditandai stigma sebagai lembaga pendidikan agama ansich, itu pun dalam skala alternatif. Minimnya kehadiran negara, selain berdampak terhadap psikologis kalangan pesantren, juga memarginalkan pada bidang pengajaran ilmu-ilmu agama belaka.

Reformasi, dalam milestone pesantren, menempati aspek kesejarahan tersendiri. Dual education system, kini menjadi pemandangan yang jamak ditemui pada pesantren-pesantren yang memandang signifikansi pembangunan peradaban yang berkeTuhanan[3]. Dalam pandangan Dhofier, setidaknya terdapat lima unsur integral pesantren, yaitu kiai, santri, masjid, asrama dan pengajian kitab kuning[4]. Babak reformasi juga mengungkap, peran pondok pesantren sebagai unit pemberdayaan di masyarakat yang perannya melampaui jangkauan kelembagaan desa. Pemberdayaan masyarakat oleh pesantren, banyak diungkap oleh para peneliti, ternyata bukan semata pada lingkup tafaqquh fī al-dīn. Peran pesantren juga merambah pada penguatan life skill santri, revitalisasi ekonomi masyarakat dan sebagai penggerak reiventing nasionalisme. Kini, pesantren diposisikan ulang oleh pemerintah sebagai pilar penguatan kemajuan negara[5].

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, pada pasal tiga mengamanatkan tujuan penyelenggaraan pesantren, antara lain; pertama, membentuk karakter generasi ulama dengan sikap utama. Kedua, membentuk moderasi pemahaman agama yang tidak tercerabut dari karakter bangsanya. Ketiga, membentuk kualitas hidup bermasyarakat yang berdaya dalam pendidikan dan kesejahteraan [6]. Regulasi ini kemudian diturunkan pada tahun 2021 ke dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren. Pelibatan pemerintah dan korporasi membawa babak baru bagi dunia pesantren[7].

Dana Abadi Pesantren, sebagai kontribusi negara terhadap entitas pesantren, pada gilirannya menimbulkan kontroversi tersendiri. Psikologis marginal dalam pentas pendidikan nasional selama rezim Orde Baru, memposisikan dunia pesantren bersikap hati-hati jika membangun hubungan finansial dengan pemerintah. Beberapa kasus hibah dan stagnasi progres program Bank Wakaf Mikro dari pemerintah terhadap kalangan pesantren menjadi dinamika tersendiri dalam relasi pesantren dengan pemerintah. Namun demikian, sikap cermat tersebut bukan sekedar akibat kekhawatiran intervensi pemerintah terhadap pengelolaan pesantren belaka. Keinsyafan akan minimnya pengelolaan keuangan menjadi dilema tersendiri dalam dunia pesantren, khususnya dengan kategori tradisional.

Pengelolaan keuangan yang terstandarisasi, merupakan tantangan baru bagi dunia pesantren. Kemampuan beradaptasi dunia pesantren, menjadi kekuatan untuk terus bertransformasi, khususnya dalam era teknologi informasi yang serba cepat. Bagaimanapun, setiap pesantren memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dan lainnya dalam kebijakan dan teknis pengelolaan. Pola pengelolaan keuangan pesantren sangat dipengaruhi oleh model kepemimpinan dan pengelolaan pondok pesantren itu sendiri.




[1] F. Irfa’asy’at, “Pondok Pesantren di Nusantara: Sejarah Awal Hingga Kolonial,” Pesat 7, no. 1 (2021): 132–33.

[2] Abdurrahman Abdurrahman, “Sejarah Pesantren di Indonesia: Sebuah Pelacakan Genealogis,” INTAJ: Jurnal Penelitian Ilmiah 4, no. 1 (2020): 103.

[3] Sobri Washil, “Mentradisikan Nilai-Nilai Budaya Pesantren (Panca Jiwa Pesantren) dalam Kehidupan Bermasyarakat,” Islamic Academika 7, no. 1 (2020): 122.

[4] Ronald A. Lukens-Bull, “The Pesantren Tradition: A Study of the Role of the Kyai in the Maintenance of the Traditional Ideology of Islam in Java,” The Journal of Asian Studies 59, no. 4 (2000): 1091.

[5] Suheri Suheri dan Yeni Tri Nurrahmawati, “Arah Baru Pendidikan Islam Pasca Undang-Undang Pesantren,” dalam Proceedings of Annual Conference for Muslim Scholars, vol. 3, 2019, 680–81.

[6] DPR RI DPR RI, “Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Undang-Undang Tentang Pesantren,” Pub. L. No. 18, 191. TLN No. 6506 LL 48 (2019), bag. Pasal 3, https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/1752.pdf.

[7] Setgab RI Setgab RI, “Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren,” 206 176518 § (2021), bag. 5, https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/176518/Salinan_Perpres_Nomor_82_Tahun_2021.pdf.

Comments

Popular posts from this blog