Skip to main content

Posts

Suluk Tunggul Wulung: Kedigdayaan Roh.

Untuk apa engkau memperjalankan dirimu jika tanpa tujuan? Ibadah, apapun macamnya, bukan hanya klise bernilai fikih belaka. Namun, jika urusan fikih saja jiwamu menyerah, maka dirimu benar-benar tidaklah pantas menjadi bagian mereka yang mengaku tunduk kepadaNya. Tujuan suatu kebaktian, sekali lagi, adalah gerbang perjalanan menuju kesejatian. Benar bahwa intisari dari puasa itu adalah 'menahan'. Terhadap apapun jua yang kau cenderungi namun terlarang di hadirat Allah SWT. Di bulan Ramadhan, pelarangan itu bukan hanya pada perkara yang haram saja, namun juga yang halal. Inilah letak tantangan pembukanya. Pada fase berikutnya, bagaimana perkara yang makruh pun akan enggan dijamah. Dasarnya adalah iman. Motivasinya adalah ridha Allah SWT. Proses pengosongan diri dari karakter fana dunia ( takhalli ) ini kini beranjak ke maqamat tahalli . Mengamat-amati jiwa di kandung badan merupakan kegiatan di sepanjang masa-masa peralihan ini hingga mulai terbukanya ( tajalli / kasyf

PUASA RAMADHAN DALAM RINGKASAN

Dalam perspektif fikih, puasa merupakan amal ibadah yang unik. Jika dalam ibadah-ibadah lainnya Allah SWT mensyari'atkan untuk melakukan sesuatu sebagai suatu bentuk kesetiaan kepadaNya, maka sebaliknya dengan puasa. Dalam puasa Allah SWT justru memerintahkan kepada umat manusia yang menyembahnya untuk tidak melakukan sesuatu. Larang yang Allah SWT berlakukan di dalam bulan Ramadhan ini pokoknya adalah makan, minum dan bersenggama semenjak waktu fajar hingga datangnya maghrib. Sungguh merupkan jenis ibadah yang unik dan berdampak luas bukan saja secara mental spiritual ( ruhaniyyah ), namun juga berpengaruh terhadap konstelasi ekonomi suatu komunitas muslim. Keutamaan Ramadhan Rasululah SAW bersabda : "Sholat lima waktu, sholat jum'at ke jum'at berikutnya dan Ramadhan ke Ramadhan selanjutnya itu menghapus dosa –dosa di antara keduanya selama dosa–dosa besar di jauhi ". (HR Muslim). Sabda Rosululoh Shalallou'Alaihi Wasallam, "Pada malam pertama bu

PERJUANGAN, DAN HAL-HAL YANG TAK PERNAH BERUBAH

Dalam kesibukan hidup, seseorang harus tetap menyediakan ruang bagi kebaikan masyarakat di sekelilingnya. Tanpa hal itu, ia akan terjebak di dalam dirinya sendiri. Dan masyarakat di lingkup sosial akan menilainya sebagai seseorang yang egois dan oppurtunis. Demikianlah alam sosial itu bekerja. Bermasyarakat atau bersosialisasi adalah obat bagi kejenuhan jiwa dan ladang amal. Sebagaimana menyendiri adalah penyembuhan bagi rasa kecewa atas kehidupan masyarakat yang tidak berkesesuaian dengan pakem-pakem keagamaan dan kemanusiaan. Artinya, saat sendiri, seseorang dapat lebih memiliki kesempatan untuk memfokuskan jiwanya pada Tuhannya. Jika hal ini tidak dipahami oleh seseorang, maka perselisihan antara akal dan budi (hati nurani) atau antar jiwa anak manusia dalam suatu lingkup sosial (masyarakat) akan sangat rentan terjadi. Kita lihat bagaimana yang terjadi pada kehidupan maya kita di berbagai sosial media yang cenderung buruk akhir-akhir ini.

Conflictpreneur: Meraup Uang dari Pertikaian.

Pasca zaman Kuda, asal mula hoax ditandai oleh kabar kemenangan sepihak salah satu kontestan pemilu presiden. Hal ini dapat dilihat betapa khidmatnya suatu kebohongan itu diamini, disantap dan dirayakan secara beramai-ramai. Sampai-sampai, salah satu kandidat mengalami ekstase, lantas sujud ke bumi tanpa pikir panjang lagi. Dari elegi inilah sejarah panjang hoax pada era reformasi pun dimulai. Setelah momentum politik yang sangat memalukan tersebut, pertikaian mulai berlanjut secara sengit, vis a vis dan berdampak secara luas. Mirisnya, sengketa antar anak bangsa ini lantas dimanfaatkan oleh kalangan oportunis sebagai ladang bisnis baru. Ya, bisnis berbasis pertikaian. Conflictpreneur .

Kunci Kekayaan dan Menjadi Sejahtera

Silaturrahim, adalah salah satu cara membuka pintu rezeki. Terbukanya jaringan, orang-orang atau hal-hal baru yang memungkinkan berpengaruh positif terhadap wawasan dan peluang maisyah. Silaturahim adalah salah satu cara jitu membuka tabir rezeki seorang anak manusia dalam proses penerimaan karuniaNya. Lama sekali jemari ini tidak meninggalkan jejak tulisan di blog ini. Pada kesempatan ini akan diungkap tentang bagaimana seseorang untuk menjadi kaya dan meraih kesejahteraan di dalam hidupnya. Mungkin telah banyak yang membahas hal ini, namun tulisan kali ini akan coba merangkumnya. Kaya dan sejahtera adalah dua hal yang berbeda. Makna kaya lebih berkisar pada materi berharga yang ada dalam penguasaan seseorang. Sementara sejahtera lebih pada daya leluasa atas unit-unit kepemilikan sehingga hidup seseorang lebih mampu menikmati suasana hidupnya. Sejahtera setingkat lebih di atas derajat kaya.

Urgent: BMT Berbasis Kampus bagi Mahasiswa Ekonomi Islam

Kehidupan kampus merupakan lingkungan yang khas dan sangat kompleks. Suatu kesempatan terbatas (empat hingga lima tahun kira-kiranya) guna berproses dan ' meraih gelar ' yang menunjukkan kualifikasi seorang pemuda atau pemudi.

Kesunnahan Cadar, Khilafiyyah. Mewajibkannya, Bid'ah.

فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ ( الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ ) إِلَى أَنَّ الْوَجْهَ لَيْسَ بِعَوْرَةٍ ، وَإِذَا لَمْ يَكُنْ عَوْرَةً فَإِنَّهُ يَجُوزُ لَهَا أَنْ تَسْتُرَهُ فَتَنْتَقِبَ ، وَلَهَا أَنْ تَكْشِفَهُ فَلاَ تَنْتَقِبَ .قَال الْحَنَفِيَّةُ : تُمْنَعُ الْمَرْأَةُ الشَّابَّةُ مِنْ كَشْفِ وَجْهِهَا بَيْنَ الرِّجَال فِي زَمَانِنَا ، لاَ لِأَنَّهُ عَوْرَةٌ ، بَل لِخَوْفِ الْفِتْنَةِ “Mayoritas fuqaha (baik dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) berpendapat bahwa wajah bukan termasuk aurat. Jika demikian, wanita boleh menutupinya dengan cadar dan boleh membukanya. Menurut madzhab Hanafi, di zaman kita sekarang wanita muda ( al-mar`ah asy-syabbah ) dilarang memperlihatkan wajah di antara laki-laki. Bukan karena wajah itu sendiri adalah aurat tetapi lebih karena untuk mengindari fitnah,” (Baca: Kitab Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah)