Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2017

Sejarah Modern Pagar Nusa Provinsi Jambi

Tanpa bermaksud apa, kutuliskan semua ini hanya sekedar untuk melawan lupa. Bicara Pagar Nusa sebagai suatu komunitas pencak silat di Provinsi Jambi adalah monolog tentang keprihatinan sekaligus harapan tentang masa depan dakwah Nahdlatul Ulama di tanah ini. Juga bicara tentang warisan keilmuan dan semangat juang. Dan seseorang harus ada yang memulainya. Dan di sini, aku merasa terpanggil. Secara komunal, Pagar Nusa masuk ke wilayah Jambi melalui para transmigran yang bermukim bermukim sesuai basis-basis transmigrasi. Mereka datang dari seantero tanah Jawa. Dan beberapa dari mereka adalah alumnus pondok pesantren. Di sinilah babak baru dunia persilatan hijau itu dimulai. Namun patut dicatat, keberadaan mereka masih bersifat sporadis berupa kelompok-kelompok latihan yang tidak terkoneksi antara satu dengan yang lainnya. Alirannya pun beragam. Dalam pengamatanku, ada yang berlatarbelakang cimande, Gasmi, al-hikmah dan lainnya. Dan sebagian lainnya murni Pagar Nusa.

Quo Vadis Agroekonomi Provinsi Jambi

Kemana arah Program Jambi Tuntas? Mungkin selain desainer jargon tersebut, bisa jadi memang tidak seorangpun ada yang mengerti arah haluannya. Apa yang hendak dituntaskan dan sejauh mana indikator ketuntasan itu tercapai pun masih misterius. Gelap. Meski demikian terus terang iba juga hati jika membaca berbagai pemberitaan aneka temuan intimidatif berbagai kalangan terhadap kinerja kepala daerah. Bahkan ironisnya justru dari kalangan eks tim suksesnya dahulu. Inikah wajah politik itu? Namun sudahlah, biarlah hal-hal tersebut melalui seleksi alamiah peradaban dunia fana ini. Berdialektika Jambi, maka yang mengemuka sebagai aksioma adalah komoditas perkebunan. Premis absolut selain sektor pertambangan (baca: emas). Namun demikian, bukannya berarti tanpa masalah. Pasca menyingkirnya PTP Nusantara VI Provinsi Jambi dari jagat perdagangan sebagai pembeli produksi komoditas masyarakat dan menyerahkan produksi rakyat kepada mekanisme pasar bebas maka dimulailah ironi itu. Tengkulak!. Ya, ten