Skip to main content

Hajjaj bin Yusuf; Menelusuri Maqolah Imam Ghazali r.a dalam Bidayatul Hidayah tentang Keharaman Melaknati Manusia

Hajjaj ini adalah orang yang dikirim oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk membunuh Ibnu Zubayr. Dari tahun kelahirannya, Hajjaj memungkinkan masuk ke dalam kategori tabi’in seperti halnya Abdul Malik bin Marwan. Dia lahir pada 39H/661M dan wafat pada 92H/714M. Dia punya kontribusi terhadap kemajuan Islam dengan merumuskan harakat untuk mushaf Al Quran yang kita baca. Tetapi dia juga punya banyak catatan mengerikan.
Dengan maksud tak memperpanjang daftar hal-hal yang menggidikkan ini, mari melompat ke saat-saat menjelang tampilnya ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz. Ya, di sana masih ada Al Hajjaj ibn Yusuf Ats Tsaqafi, seorang ‘alim yang punya andil merumuskan sistem harakat untuk mushhaf yang kita baca. Tapi bukankah dia seperti kata ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz sendiri, “Andai ummat-ummat dan bangsa datang dengan segala kejahatan mereka; dan kita Bani ‘Umayyah datang dengan Al Hajjaj seorang, demi Allah takkan ada yang bisa mengalahkan kita.”
Para penulis riwayat menghitung, Al Hajjaj bertanggungjawab atas pembunuhan sekitar 120.000 orang yang kebanyakan adalah ‘ulama dan orang-orang shalih. Belum lagi ketika dia meninggal, masih ada sekitar 80.000 jasad yang ditemukan di penjaranya, mati tanpa peradilan yang hak. Rincian ini bisa kita teliti dalam redaksi Ibn ‘Abdil Barr, Al Isti’aab 1/353 dan 2/571; Ibn Al Atsir, Al Kamil 4/29 dan 133; Ibn Katsir, Al Bidayah 9/2, 83, 91, 128, 129, dan 131-138; serta Ibn Khaldun, At Tarikh 3/39.

Di antara mereka yang dibunuh Al Hajjaj, terdapat sahabat-sahabat utama Rasulullah seperti ‘Abdullah ibn Az Zubair ibn Al ‘Awwam, putra Asma’ binti Abi Bakr Ash Shiddiq, An Nu’man ibn Basyir, ‘Abdullah ibn Shafwan, dan ‘Imarah ibn Hazm. Kepala mulia ‘Abdullah yang pernah diciumi Rasulullah itu dipenggal dan dikelilingkan ke berbagai kota; Makkah, Madinah, hingga Damaskus. Jasad-jasad mereka disalibkan di kota Makkah, dijadikan tontonan hingga berbulan lamanya. Keterangan ini bisa kita telusur dalam tulisan Ibn ‘Abdil Barr, Al Isti’aab 1/353-354; Ath Thabari, At Tarikh 5/33-34; Ibn Katsir, Al Bidayah 8/245 dan 332; Ibn Khaldun, At Tarikh 3/39; serta Ibn Sa’d, Ath Thabaqat 6/53.
Selain itu, patut dicatat nama Sa’id ibn Jubair, tabi’in agung, murid kesayangan ‘Abdullah ibn ‘Abbas yang dikuliti dan disayati dagingnya oleh Al Hajjaj. Juga tindakan dan cercaannya yang mengancami ‘Abdullah ibn ‘Umar, ‘Abdullah ibn Mas’ud, Anas ibn Malik, dan Sahl ibn Sa’d As Sa’idi, Radhiyallaahu ‘Anhum. Di masa ini pula para penguasa melaksanakan khuthbah pertama Jum’at sambil duduk, menjadikan caci-maki terhadap ‘Ali ibn Abi Thalib dan keluarganya sebagai rukun khuthbah, dan melangsungkan khuthbah hari raya sebelum shalatnya. Bid’ah-bid’ah yang dahsyat ini bisa kita telusuri dalam anggitan Ibn Al Atsir, Al Kamil 4/119, 300; Ath Thabari, At Tarikh 6/26; dan Ibn Katsir, Al Bidayah 8/258, 10/30-31.
Yang pasti, kita punya terminologi yang jelas tentang sahabat nabi, tabi’in dan tabiut tabi’in. Orang yang lahir sejaman dengan Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam tidak lantas menjadi sahabat yang "radhiyallahu ‘anhum wa radhuu ‘anhu". Begitu juga dengan orang-orang yang lahir pada dua generasi berikutnya, tidak lantas menjadi tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Namun pula, mereka juga tidak lantas menjadi kafir, musyrik maupun munafiq; hal ini sebagaimana diungkapkan Hujjatul Islam Al-Imam Al-'Alamah Abi Hamid Muhammad Al-Ghazali r.a dalam Bidayatul Hidayahnya. Wallahu a’lam.

Comments

Popular posts from this blog