KHUTBAH JUM’AT
MASJID ABU BAKAR AS-SHIDDIQ
“JIHAD”
Sugeng Riyadi Syamsudien, SE, M.S.I
Jum’at: 14/12/2012
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى
اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمـَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَاَفْضلِ اْلاَنْبِيَاءِ وَعَلَى آلِهِ
وَاَصْحَاِبه اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ قَالَ
تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ
ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ
فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
Jama’ah Jum’ah Rohimakumullah...
Marilah kita meningkatkan nilai ketaqwaan kita kepada
Allah swt. Hendaklah kita menyadari bahwa Allah swt melihat manusia hanya dari
ketaqwaannya, bukan anggapan manusia atas suatu kepahlawanan, bukan
keangkuhannya, bukan pula keberaniannya menjadi untuk bomber dan martir. Hal
ini sama sekali itu tidak menjamin ketaqwaan seseorang di mata Allah swt.
Jama’ah yang dirahmati Allah...
Dari berita-berita kita yang kita dengarkan nyaris
setiap hari terkait dengan penangkapan para teroris. Hal ini bahkan terjadi dan
minimal dibahas hampir setiap minggunya, liputan ini bahkan kerap sekali
dilengkapi dengan disitanya sejumlah barang bukti berupa senjata api dan juga
bom. Dari fenomena ini wajar kiranya apabila masyarakat dunia kemudian bertanya
kepada kita selaku umat Islam, benarkah Islam mengandung rahmatan lil-alamin,
mana buktinya? masihkah Islam menjadi agama yang penuh berkah terhadap alam
semesta?
Prinsip dasar Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw.
adalah penyempurnaan etika manusia (li-itmam makarim al-akhlaq).
Sehingga keberadaan agama Islam adalah untuk membentuk sebuah tatanan kehidupan
manusia yang harmonis, damai dan sejahtera. Islam diturunkan ke bumi ini
sebagai pedoman untuk umat manusia dalam mengemban misi idealnya sebagai
khalifah Allah. Artinya, umat Islam dituntut untuk selalu menjaga keharmonisan
hidup di tengah dua karakter yang ada dalam dirinya: ifsad fil-ardl
(berkecenderungan membuat kerusakan di muka bumi) dan safk al-dima’
(potensi konflik antar sesama manusia). Tentunya, dalam persoalan
fundamentalisme, radikalisme, maupun terorisme, Islam mempunyai pandangan dan
sikap yang jelas dan juga tegas.
Jama’ah Jum’ah Rohimakumullah...
Fundamentalisme bahasa Arabnya ialah “al-ushuliyyah”,
berarti “mendasar atau disiplin dalam menjalankan kewajiban agama”. “muslim
fundamental” berarti seorang muslim yang berhati-hati dalam menjalankan ajaran
Islam, seperti shalat lima waktu secara berjamaah, menghindari sesuatu yang
tidak jelas kehalalannya. Sedangkan “radikalisme” bahasa Arabnya adalah “syiddatul-tanatu’”.
Artinya, keras, eksklusif, berpikiran sempit, rigid, serta memonopoli
kebenaran. Muslim radikal adalah orang Islam yang berpikiran sempit, kaku dalam
memahami Islam serta bersifat ekslusif dalam memandang agama-agama lainnya.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dikisahkan, ketika
Rasulullah Saw membagi fai’ atau harta rampasan perang di daerah Thaif
dan sekitarnya, tiba-tiba seorang sahabat yang bernama Dzul-Khuwaishirah dari
Bani Tamim melayangkan protes kepada beliau. “Bersikap adillah, wahai
Muhammad!”. Nabi Muhammad pun dengan tegas menjawab, “Celaka kamu! Tidak ada
orang yang lebih adil dari aku. Karena apa yang kami lakukan berdasarkan
petunjuk Allah!” Setelah Dzul-Khuwaishirah pergi, Nabi Muhammad SAW bersabda:
”Nanti akan muncul diantara
umatku kaum yang membaca Al-Quran, bacaan kamu tidak ada nilainya dibandingkan
bacaan mereka, dan shalat kamu tidak ada nilainya dibandingkan shalat mereka,
dan puasa kamu tidak ada artinya dibandingkan puasa mereka, mereka membaca
Al-Quran sehingga kamu akan menyangka bahwasanya Quran itu milik mereka sahaja,
padahal sebenarnya Quran itu akan melaknat mereka, Tidaklah shalat mereka
melalui kerongkongan mereka, mereka itu akan memecah agama Islam sebagaimana
keluarnya anak panah daripada busurnya ” (Sahih Muslim/ 2467, Sunan Abu
Daud/4748 ).
Hadits lain:
Sayidina Ali bin Abi Thalib
menyatakan bahwasanya dia mendengar Rasulullah saw bersabda: ”Pada akhir zaman
nanti akn muncul kaum berusia muda (ahdasul asnan) berpikiran pendek (sufahaul
ahlam), mereka memperkatakan sebaik-baik ucapan kebaikan, mereka membaca
Al-Quran tetapi bacaan mereka itu tidak melebihi (melampui) kerongkongan
mereka, mereka memecah agama sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya
maka dimanapun kamu menjumpainya maka perangilah mereka sebab dalam memerangi
mereka terdapat pahala disisi Allah pada hari kiamat kelak. ” (Sahih Bukhari/6930, Sahih
Muslim/2462, Sunan Abu Daud/4767, Sunan Nasai/4107 Sunan Ibnu Majah/168, Sunan
Ahmad/616 ).
Hadis sahih di atas kemudian terbukti setelah Nabi Muhammad Saw. wafat. Pada 35
H, Khalifah Usman ibn Affan terbunuh secara mengenaskan oleh sekelompok umat
Islam yang ekstrem. Peristiwa ini kemudian terulang pada masa Khalifah Ali ibn
Abi Thalib yang juga terbunuh oleh kalangan ekstrem dari umat Islam. Komunitas
ekstrem tersebut, sungguh pun pada mulanya bernuansa politik, tetapi
perkembangan selanjutnya dirajut dalam sebuah ideologi yang dikenal dengan
faham Khawarij. Hal yang menarik, saat Khalifah Ali bin Abi Thalib masih hidup,
kelompok ekstrem Khawarij ini sempat memvonis kafir Khalifah Ali bin Abi Thalib
atas dasar kesalahan beliau yang membenarkan arbitrase atau tahkim dengan
Mu’awiyah. Soalnya, bagi Khawarij, yang berlaku adalah doktrin “laa hukma illa
Allah”, bahwa arbitrase itu hanya milik Allah. Khalifah Ali ibn Abi Thalib pun
menangkis diplomasi mereka dengan kata-kata singkat, “Untaian kata yang benar,
namun tendensius dan mengarah pada yang batil”.
Maka gelombang umat Islam radikal yang berkembang saat ini mempunyai
sejarahnya, mereka terpengaruh pada pola-pola Khawarij di masa periode awal sejarah
umat Islam. Kelompok umat Islam radikal ini tidak hanya menggelisahkan kalangan
non-muslim. Umat Islam pun terkena dampaknya. Karenanya, menjadi tanggung jawab
seluruh umat Islam untuk meluruskan pemahaman mereka atas agama Islam. Sikap
mereka yang ingin menempuh jalur apa saja, menyalahkan siapa saja yang tak sama
pemahamannya, merupakan refleksi dari pemahaman mereka yang “sathiyyah”
(setengah-setengah), mentah dan belum tuntas terhadap ajaran Islam.
Dengan demikian, para hadirin Jama’ah Jum’ah
Kita patut prihatin atas stigmatisasi umat Islam
akhir-akhir ini. Hanya karena perbuatan segelintir umat Islam yang sangat
dangkal pemahamannya atas ajaran agama, umat Islam secara keseluruhan terkena
dampaknya. Umat Islam tidaklah dalam posisi vis-à-vis dengan non-muslim. Umat
Islam harus hidup di tengah-tengah masyarakat plural dengan damai. Seperti
dicontohkan Rasulullah Saw. saat melihat seorang Yahudi yang dibunuh orang
Islam secara zalim. Saat itu beliau bereaksi dengan keras: “Man-qatala
dzimmiyan fa ana khasmuh” (Barangsiapa yang membunuh non-Muslim, maka ia
akan berhadapan langsung dengan saya). Pola hidup berdampingan seperti inilah
yang perlu ditiru umat Islam. Pelaksanaan amar ma’ruf (mendorong untuk berbuat
baik) haruslah lebih diutamakan daripada nahy ‘anil munkar (melarang
berbuat kemungkaran).
Ini misalnya yang ditunjukkan oleh para sahabat Nabi. Khalifah Umar ibn
al-Khattab pernah tidak menghukum pencuri di saat musim paceklik dan masa
kelaparan. Dari sini sebuah kaidah agama muncul, yang menyebutkan, “Man kana
amruhu ma’rufan, fal yakun bil-ma’ruf. Artinya, siapa yang memerintahkan
kebaikan, maka haruslah dengan cara yang baik pula.
Jama’ah Jum’ah yang berbahagia...
Istilah “jihad” dilansir dalam al-Qur’an sebanyak 41
kali. Kata tersebut secara lughawi “jahada-yujahidu-jihad wa mujahadah”.
Karena itu, jika kita membincangkan “jihad” paling tidak ada dua terma lain
yang memiliki kemiripan, yaitu ijtihad dan mujahadah. Baik jihad, ijtihad
maupun mujahad berasal dari satu akar kata (musytaqqat) yang memiliki
makna keseriusan dan kesungguh-sungguhan.
Untuk memperluas wacana kita dalam diskursus “jihad”, dapat kita rujuk kepada
salah satu kitab yang selaku dikaji di pesantren-pesantren, yakni kitab I’anatut
Thalibin syarh Fathul Mu’in. Muallif kitab tersebut dengan bahasa sederhana
mengemukakan suatu ta’bir yang memiliki makna dan implikasi luar biasa.
Menurutnya ”al-jihadu fardhlu kifayatin marratan fi kulli ‘aam”, bahwa
jihad itu hukumnya fardhlu kifayah dalam setiap tahun. Kemudian ditambahkan
pula, dalam bentuk jihad itu ada empat macam, pertama, itsbatu wujuudillah;
kedua, iqamatu syari’atiilah, ketiga qital fi sabilillah dan
keempat daf’u dlararil ma’shumin, musliman kana au dzimmiyyan.
Bentuk jihad pertama adalah itsbatu wujudillah,
yaitu menegaskan eksistensi Allah swt di muka bumi, seperti dengan melantunkan
adzan, takbari serta bermacam-macam dzikir dan wirid. Bentuk kedua adalah iqamatu
syari’atillah, menegakkan syariat Allah (baca: nilai-nilai agama), seperti
shalat, puasa, zakat, haji, nilai-nilai kejujuran, keadilan, kebenaran, dan
sebagainya. Bentuk ketiga, al-qital fi sabilillah, berpegang di jalan
Allah, artinya jika ada komunitas yang memusuhi kita dengan segala argumentasi
yang dibenarkan agama, maka kita baru dibenarkan berperang sesuai dengan
rambu-rambu yang ditetapkan Allah. Bentuk keempat, daf’u dlararul ma’shumin
musliman kana au dzimmiyyan, yakni mencukupi kebutuhan dan kepentingan
orang yang harus ditanggung (oleh pemerintah) baik itu yang muslim maupun kafir
dzimmi (termasuk orang kristani, majusi, yahudi serta pemelum-pemeluk agama
lainnya yang bukan menjadi musuh). Cara pemenuhan kebutuhan tersebut
ditambahkan mushannif I’anah, dengan mencukupi sandang, pangan dan
papan. Kalau kita implementasikan di negara kita, peranan Bulog, Perumnas,
pabrik tekstil dan sejenisnya jelas menjadi tanggungan pemerintah dan wajib
dikelola secara adil dan benar untuk memenuhi kepentingan 200 juta lebih anak
bangsa, jika tidak maka pemerintahan tersebut tergolong fajir dan lalim.
Para hadirin Jama’ah Jum’ah Rohimakumulla...
Hal yang menarik dan perlu dicermati adalah rumusan
makna jihad sebagai upaya mengayomi dan melindungi orang-orang yang berhak
mendapatkan perlindungan, baik muslim atau non-muslim. Dalam konteks kekinian,
rumusan jihad ini akan mendapatkan relevansinya dan terasa membumi ketika
seseorang melakukan langkah-langkah aktualisasi berikut -- sebagaimana yang
dirumuskan para ulama klasik:
1. Al-Ith’am (Jaminan Pangan)
Jihad dengan mengupayakan masyarakat sekeliling agar
mendapatkan hak kelangsungan hidup, seperti sembako, dengan harga terjangkau,
santunan bagi masyarakat terlantar, subsidi bagi yang tidak mampu, dan lainnya.
2. Al-Iksa’ (Jaminan Sandang)
Jihad dengan memperjuangkan agar masyarakat mampu
memperoleh kebutuhan sandang secara cukup, seperti harga tekstil terjangkau,
bahan baku tekstil tercukupi, tersedianya pakaian yang sesuai dengan kemampuan
masyarakat, dan lainnya.
3. Al-Iskan (Jaminan Pangan)
Jihad dengan mengusahakan agar masyarakat mampu mendapatkan
kebutuhan tempat tinggal, seperti pengadaan rumah sederhana dengan harga
terjangkau, melindungi masyarakat dari jerat kredit memberatkan dari para
pengembang real estate, dan lainnya.
4. Tsaman Al-Dawa’ (Jaminan
Obat-Obatan)
Jihad dengan mengupayakan agar masyarakat dapat
memenuhi kebutuhannya atas obat-obatan. Masyarakat diberi kesadaran bahwa
tindakan preventif perlu dilakukan agar diri kita terhindar dari sakit dan
ketergantungan kepada obat-obatan, seperti: memasyarakatkan obat generik, sosialisasi
gaya hidup sehat, menjaga kebersihan lingkungan, subsidi obat murah bagi
masyarakat tidak mampu, dan lainnya.
5. Ujrah Al-Tamridl (Jaminan
Berobat)
Jihad dengan mengusahakan agar orang-orang yang jatuh
sakit tidak terbebani oleh ongkos berobat yang tidak terjangkau. Masyarakat
yang terserang penyakit harus mendapatkan layanan yang cukup hingga sembuh.
Jihad ini pada tataran aplikasi dapat berbentuk subsidi bagi penderita
penyakit, pengadaan puskesmas dengan layanan yang baik dan murah, pengobatan
gratis bagi yang tidak mampu, dan lainnya. Lima kebutuhan dasar (mabadi’
khaira ummah) ini adalah orientasi perjuangan Nabi Muhammad saw ketika
berada di Madinah. Lima dasar ini jika benar-benar realisasinya akan melahirkan
muslim militan dan fundamentalis, yaitu orang Islam yang berhati-hati dalam
menjalankan ajaran Islam.
Jama’ah Jum’ah yang Mulia..
Akhirnya, kita memang harus benar-benar memahami makna
“jihad”. Jihad merupakan upaya pencurahan tenaga secara fisik yang
diproyeksikan untuk mengimplementasikan pesan-pesan Tuhan di muka bumi guna
mengakurasikan tugas manusia sebagai khalifah-Nya. Bahwa berperang dengan
angkat senjata dalam berperang hanyalah salah satu dari ribuan macam mode
jihad, itupun disertai persyaratan dan ketentuan yang harus dipenuhi secara
ketat dan syar’i, artinya kita dilarang keras mengobarkan peperangan dan
kekerasan secara semberono, terlebih dengan mengatasnamakan Islam.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ. بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ
فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ
وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ
هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ
العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ
لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ
اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ
اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ
اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ
بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ
النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ
وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ. اَللهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ
وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا
ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ
اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ
فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا
بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ اَكْبَرْ
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.