Dengan telah diberlakukannya UU tentang Perbankan Syariah, maka terdapat 2 (dua) UU yang mengatur perbankan di Indonesia, yaitu UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Dalam definisi Prinsip Syariah terdapat dua hal penting yaitu: (1) Prinsip
syariah adalah prinsip hukum Islam, dan (2) Penetapan pihak/lembaga yang
berwenang mengeluarkan fatwa yang menjadi dasar prinsip syariah.
Fungsi dari perbankan syariah, selain melakukan fungsi penghimpunan dan
penyaluran dana masyarakat, juga melakukan fungsi sosial yaitu:(1) dalam bentuk
lembaga baitul maal yang menerima dana zakat, infak, sedekah, hibah dan
lainnya untuk disalurkan ke organisasi pengelola zakat, dan (2) dalam bentuk
lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang yang menerima wakaf uang dan
menyalurkannya ke pengelola (nazhir) yang ditunjuk (Pasal 4).
Pihak-pihak yang akan melakukan kegiatan usaha Bank Syariah atau Unit Usaha
Syariah (UUS) wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Syariah
atau UUS dari Bank Indonesia.
Selain mendirikan Bank Syariah atau UUS baru, pihak-pihak yang ingin
melakukan kegiatan usaha perbankan syariah dapat melakukan pengubahan (konversi)
bank konvensional menjadi Bank syariah. Pengubahan dari Bank Syariah menjadi
bank konvensional merupakan hal yang dilarang dalam UU ini (Pasal 5).
Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh warga
negara Indonesia (WNI) dan/atau badan hukum Indonesia, WNI dan/atau badanhukum
Indonesia dengan warga negara asing (WNA) dan/atau badan hukum asing secara
kemitraan, atau Pemerintah daerah. Sedangkan BPRS hanya dapat didirikan
dan/atau dimiliki oleh WNI dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh
pemiliknya WNI, pemerintah daerah, atau gabungan dua pihak atau lebih dari WNI,
badan hukum Indonesia dan pemerintah daerah (Pasal 9).
UU Perbankan Syariah hanya mengenal bentuk badan hukum Perseroan
Terbatas (Pasal 7). Setiap upaya penggabungan, peleburan dan pengambilalihan
Bank Syariah wajib mendapat izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia. Hasil penggabungan
dan peleburan antara Bank Syariah dengan bank lainnya di wajibkan untuk menjadi
Bank Syariah (Pasal 17).
Istilah Bank Perkreditan Rakyat yang diubah menjadi Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah. Perubahan ini untuk lebih menegaskan adanya perbedaan antara
kredit dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
Secara umum bank syariah dan UUS dilarang untuk melakukan kegiatan usaha
yang bertentangan dengan prinsip syariah, melakukan kegiatan jual beli saham
secara langsung di lantai bursa serta kegiatan perasuransian kecuali sebagai
agen pemasaran produk asuransi syariah (Pasal 24 dan Pasal 25). Bagi BPRS,
selain larangan tersebut, juga dilarang untuk membuka produk simpanan giro dan
ikut serta dalam lalu lintas pembayaran serta kegiatan valuta asing kecuali
penukaran valuta asing (Pasal 25).
UU Perbankan Syariah juga mewajibkan dibentuknya Dewan Pengawas Syariah
di setiap Bank Syariah dan Bank Umum konvensional yang memiliki UUS, dengan
tugas antara lain memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi
kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah (pasal 32). Dewan Pengawas
Syariah tersebut diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi
Majelis Ulama Indonesia.
Pengaturan mengenai rahasia bank pada umumnya sama dengan UU Perbankan
konvensional, yang wajib dirahasiakan adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan keterangan mengenainasabah penyimpan dan simpanannya, serta kewajiban
tersebut berlaku bagi bank dan pihak terafiliasi.
Beberapa pengaturan mengenai rahasia bank dalam UU Perbankan Syariah
yang berbeda dengan UU Perbankan konvensional, antara lain: Tidak diaturnya pengecualian rahasia bank untuk kepentingan piutang yang
sudah diserahkan kepada BUPLN/PUPN, seperti halnya yang diatur dalam UU
Perbankan konvensional. Dengan demikian pengecualian rahasia bank yang dapat
dimintakan izinnya ke BI terbatas hanya untuk kepentingan perpajakan, dan
kepentingan peradilan dalam perkara pidana. Di samping itu terdapat
pengecualian lainnya yang tidak memerlukan izin dari BI, yaitu dalam perkara
perdata antara bank dengan nasabahnya, dalam rangka tukar menukar informasi
antar bank, dan atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah, serta
bagi ahli waris yang sah dalam hal nasabah telah meninggal dunia.
Pengaturan mengenai penyidik diperluas, tidak hanya terbatas pada jaksa
atau polisi, tetapi berlaku juga bagi penyidik lain yang diberi wewenang
berdasarkan UU (Pasal 43). Dengan demikian para penyidik di luar polisi atau
jaksa dapat meminta keterangan mengenai rahasia bank, namun permintaan tersebut
tetap diajukan oleh pimpinan instansi/departemen atau setingkat menteri. Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Agama atau di luar Peradilan Agama apabila dalam akad
telah diperjanjikan sebelumnya sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah (Pasal 55).
Dalam Aturan Peralihan telah diaturmengenai batasan UUS beralih menjadi
Bank Umum Syariah,mengingat UUS hanya bersifat sementara, yaitu : Dalam hal
Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling
sedikit 50% (lima puluhpersen) dari total nilai aset bank induknya, maka Bank
Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan Pemisahan UUS tersebut menjadi Bank
Umum Syariah; atau 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang
Perbankan Syariah, maka Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS wajib
melakukan pemisahan UUS yang dimilikinya menjadi Bank Umum Syariah.
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.