Ilustrasi Sarung NU |
Sarung NU
Indetitas masih menjadi komoditas bisnis yang menguntungkan. Termasuk logo Nahdlatul Ulama (NU) di kalangan pasar Nahdliyyin. Bagi sebagian pembeli, sarung karakter satu ini bukan hanya sekedar sarung biasa, namun lebih sebagai ekspresi ideologis di dalam lingkungan sosial. Dan bagi kalangan produsen dan makelar atau reseller sarung karakter, ini adalah peluang pasar yang kuat. Ini peluang besar memadatkan pundi-pundi penjualan.
Lantas, apakah tingginya permintaan pasar atas sarung karakter ini terpengaruh 'keramat' NU? Tentu saja, tanpa adanya logo tersebut, kain sarung hanyalah selembar kain yang nir-faidah. Sekali lagi NU menunjukkan endorsenya terhadap kreativitas dunia industri tekstil di Indonesia.
Logo NU pada Sarung Dikecam
Sebenarnya, entah ide siapa yang pertama kali menjadikan logo NU sebagai ornamen sarung. Ada yang menyebut hal ini marak semenjak logo-logo banom NU mulai dijadikan bahan atasan batik pada dasawarsa terakhir ini. Ekspresi ideologis yang terbuka krannya, dan padamnya inovasi sehat kreator tekstil diduga kuat menjadi latarbelakang menjamurnya permintaan pasar.
Kegelisahan fungsi sarung sebagai bawahan dalam berbusana sebenarnya telah lama dirasakan. Tidak jarang, dari mulut ke mulut, atau sekedar narasi keprihatinan terungkap di media sosial atau lingkungan warga Nahdliyyin. Logo NU, sebagai simbol kebangkitan para ulama yang merupakan hasil riyadhah para pendiri NU yang keramat. Maka, penggunaannya sebagai bawahan busana dipandang banyak pihak sebagai suatu bentuk su'ul adab dan pelecehan lembaga.
Terkait trend model yang nyeleneh ini, beberapa saat yang lalu, sebagaimana dirilis situs www.nu.or.id Sekjen PBNU KH. Helmy Faishal Zaini kembali mengingatkan para perajin tekstil karakter NU. Beliau menyebut bahwa penggunaan logo NU pada sarung karakter merupakan suatu hal yang harus dihindari. Hal ini mengingat logo NU merupakan bagian tidak terpisahkan dari NU itu sendiri.
Produsen dan Reseller Sarung NU Mengerang
Himbauan Sekjen PBNU KH Helmy Faishal Zaini yang disampaikan pada Jum'at 19 Juni 2020 mendapatkan tanggapan yang beragam. Bagi sebahagian besar kader dan Nahdliyyin himbauan ini mendapatkan dukungan penuh, meski disayangkan terkesan terlambat menyikapi habit pasar. Sementara, sesuai dugaan, para produsen dan reseller sarung karakter NU mengeluhkan himbauan tersebut. Adanya yang menuding himbauan ini tidak peka terhadap asap dapur Nahdliyyin, ada yang mendebat bahwa logo dan lambang adalah suatu yang berbeda, bahkan ada yang menyebut akan mengkonversi logo itu dengan logo ormas terlarang macam HTI. Sengit di jagad medsos.
PBNU sendiri sebenarnya tidak melarang perdagangan karakter ormasnya, selama memperhatikan ketentuan etika busana, fungsi dan perlakuannya. Kreator tekstil berkarakter NU sendiri diakui berperan secara ideologis dan harakah dalam perjuangan dakwah Nahdlatul Ulama. Tentu, himbauan Sekjen PBNU sebaiknya segera diindahkan, baik oleh produsen, reseller maupun Nahdliyyin untuk melipat sarung karakter dan menggunakannya dengan lebih bermartabat lagi.
Kang Aldie - Dukuhwaluh
Penulis adalah pengamat anggota wiu-wiu..
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.