Skip to main content

Mbah Parto, Buruh Pasir Serayu, Wali?


Suatu ketika ada masalah. Rumit. Di sebut masalah, karena tidak bisa diselesaikan dengan uang. Lagi pula, melibatkan orang banyak. Bingung, itu pasti. Di ujung kekalutan itu, sowan kiai kiranya jalan terakhir guna menemukan solusi. Pekan itu juga, bersama istri bertamu ke Papringan, sowan Kiai Jamal. Lokasinya terpelosok melalui perbukitan yang sunyi. Melewati perkampungan tradisional yang nyaris tanpa penerangan.

Berangkat bakda Ashar dari Belik, kami tiba ditujuan, pesantren asuhan Kiai Jamal saat menunjukkan pukul 21.00 WIB. Dahulu saat masih remaja kerap diajak almarhum bapak sowan kemari. Raut beliau tak kunjung berubah banyak. Sikapnya juga masih hangat seperti dahulu. Kami dipersilahkan memasuki ndalem beliau yang nyentrik. Di sekitar, santri-santri beliau terlihat baru selesai bubar mengaji. Khas sekali.

Kami bertiga duduk lesehan, saling berhadapan. Setelah berbasa-basi sekedarnya, lantas kuceritakan puzzle permasalahan yang terjadi panjang lebar.  Beliau serius menyimak. Sesekali menghela nafas jika menilai ada sisi keterlaluan dari kelindan masalah yang kusampaikan.

Permasalahmu terlalu pelik, terus terang aku sendiri tidak terlalu paham tentang akar permasalahan dan hal-hal yang terkait dengannya. Lantas bagaimana saya akan memberikan jalan keluar atas sejumlah permasalahan yang berkelindan di dalam kehidupanmu. Namun bagaimanapun, itu adalah permasalahan masyarakat luas, karena engkau adalah pemimpin mereka.  Sudah malam ini kau tidur di sini saja dahulu. Lagi pula, permasalahanmu masih ada meskipun kau kembali ke rumah. Nanti akan ada santri yang mengantar kalian ke tempat peristirahatan. Kita berjumpa lagi besok bakda Dhuha. Aku akan mencoba bermujahadah dan beristikharah memohon petunjuk kepada Allah malam hari ini.  Ungkap Kiai  Jalil menutup percakapan serius pada malam hari itu.

Akhirnya aku dan istri pamit keluar, seiring seorang santri datang di pintu depan. Kamipun tidur di sana selepas salat Isya berjamaah di ruang peristirahatan. Kami tidur seolah tidak pernah senyenyak itu. Dan merasa aman setelah sekian lama berjibaku dengan permasalahan-permasalahan yang ada.

Pukul 8 pagi persis, seorang santri menimbali. Jika berkenan Kiai menghadap mengharap panjenengan berdua untuk bertemu di ruang tamu sekarang juga, ungkap santri itu.  Kami pun bersiap dan langsung menuju ke Ndalem. Setelah duduk sejenak, Kiai Jalil muncul dari dalam rumah. Wajahnya teduh seperti bayi yang sedang tertidur lelap. Aku sudah beristikharah semalam, dan aku mendapatkan isyaroh. Beliau mulai membuka percakapan di pagi yang berbalut kabut itu. Dari sini, engkau berdua jangan langsung pulang tetapi cobalah kalian mampir ke desa Pasinggangan turun ke arah batas desa. Di sana engkau akan melihat pertambangan pasir tradisional. Insya Allah ketika kalian sampai di sana, para pekerja sudah mulai ramai. Cari mandor, dan tanyakan seseorang yang bernama Mbah Parto.

Tak lama, setelah menempuh hampir satu setengah jam kurang lebihnya. Kami tiba di lokasi yang ditunjukkan oleh Kiai  Jalil benar sama setelah kami bertanya kepada mandor di tengah-tengah kesibukan dan hiruk-pikuknya pekerjaan tambang pasir yang ada kami diarahkan pada orang tua yang sedang asyik memperhatikan para pekerja yang sedang sibuk bekerja.

Setelah uluk salam, saya izin menanyakan sedang mengapa seperti serius memperhatikan orang-orang yang bekerja. Sebelumnya kami sudah memperkenalkan diri dan menyampaikan bahwa kedatangan kami ke bantaran sungai Serayu itu diutus oleh Kiai  Jalil.

Iya,  hampir 40 hari ini aku duduk di sini. Sebelumnya aku diberi gambaran bahwa orang-orang yang bekerja di sini akan mendapatkan musibah berupa banjir bandang. Itulah sebab kenapa aku hampir seharian diam di sini selama mereka masih pekerja. Aku berdoa selalu bagi keselamatan mereka. Bagaimanapun mereka sedang mencari nafkah untuk keluarganya, dengan upah yang mungkin sangat jauh dari kecukupan. Tentu dengan resiko yang sangat tinggi. Aku menunggu janji Allah dari apa yang telah diberikan gambarannya kepada diriku. Adapun masalahmu, sebenarnya itu sederhana saja, jawabanku hanya satu, bahwa orang-orang yang zalim kelak akan dimangsa oleh kelompok orang zalim lainnya. Wa kadzalika yuwalli ba’dhoz zolimina ba’dho bimaa kanuu ya’maluun. Bersabar saja dan istiqomah dalam tugasmu. Lanjut Mbah Parto panjang lebar sebelum kami menyampaikan sendiri apa yang menjadi permasalahan sepanjang pandemi ini.

Kami paham. Puas atas jawaban, lalu pulang. Sekian. 

Mbah Parto Wali? Entahlah.






Comments

Popular posts from this blog