Banyumas ditinjau dari sudut geografis lebih menunjukkan sebagai wilayah pedalaman yang terisolasi oleh pegunungan yang membentang, baik di sepanjang bagian utara maupun selatan. Daerah yang terletak di Jawa Tengah bagian barat ini, diapit oleh dua jalur pegunungan, yaitu Pegunungan Serayu selatan di sebelah selatan dan Pegunungan Serayu utara di bagian utara. Pegunungan Serayu utara merupakan sambungan dari Pegunungan Dieng di sebelah timur laut yang membujur ke arah barat.
Gunung Slamet merupakan puncaknya,
dengan ketinggian mencapai 3428 meter. Masih terdapat pula Gunung Pojok Telu
dan Gunung Perahu,
dengan memiliki ketinggian
tidak kurang dari 2565 meter (Romein, 1985: 45). Walaupun tanah
di kawasan Pegunungan
Serayu utara sangat subur,
namun daerah yang
terletak di bagian
utara Banyumas itu, banyak terdapat lembah yang curam.
Termasuk sungai-sungainya juga merupakan
lembah yang dalam
pula. Lembah-lembah itu
berkelok-kelok dengan celah-celah
yang sempit dan
di situlah sungai-sungai induk membelahnya (Panekoek,
1952: 19).
Di sebelah selatan
daerah Banyumas, membujur dari arah timur ke barat Pegunungan
Serayu selatan yang
merupakan perpanjangan dari Pegunungan Sumbing. Perbatasan antara
Pegunungan Sumbing dengan Pegunungan Serayu selatan merupakan bukit-bukit
terjal yang terletak di bagian timur
Banyumas. Kemudian mengenai
jalur Pegunungan Serayu selatan
ini, semakin ke
barat justru semakin
rendah, sehingga dataran rendah
yang berada di
daerah Banyumas bagian
barat itu menjadi sangat
luas.Daerah itu membentang
sampai ke Lembah
Citanduy yang berbatasan dengan
daerah Jawa Barat.
Dataran di
Banyumas bagian barat itu begitu
rendahnya, sehingga sebagian besar tanahnya merupakan rawa-rawa yang
cukup luas. Bahkan,
sebagian wilayah yang
berada di pantai selatan
menjadi laut tertutup,
yang dikenal dengan
nama Segara Anakan. Para
ahli memperkirakan, bahwa Segara
Anakan itu merupakan lembah
sungai di jalur
selatan yang tenggelam
di bawah permukaan laut,
karena penurunan tanah
yang terjadi di
kawasan itu (Panekoek, 1952:
20-25). Di antara dua
pegunungan itu, terletak
daerah inti Banyumas yang
di tengah-tengahnya mengalir
Sungai Serayu. Oleh
sebab itu, wilayah Banyumas
juga dikenal dengan
sebutan Lembah Serayu.
Kondisi tanah
terdiri dari lapisan
vulkanis muda yang
subur dan sebagian besar
wilayahnya berupa persawahan
yang sangat cocok untuk
budidaya padi. Sungai
Serayu dengan anak-anak
sungainya mampu mengairi lahan
pertanian sesuai dengan
kebutuhan, sehingga memungkinkan
penanaman padi dilakukan sepanjang musim. Dengan demikian, pada
jaman pra-kolonial Banyumas
telah dipandang penting
dari segi ekonomi
bagi pemerintah pusat
kerajaan. Kemudian dalam perkembangan
selanjutnya, ketika kolonial
Belanda berkuasa di Banyumas, lahan pertanian semacam itu
dipandang sangat sesuai untuk penyelenggaraan perkebunan tebu
(Gilderen, 1974: 75).
Sebelum berada di
bawah kekuasaan Belanda, Karesidenan Banyumas menjadi wilayah Kerajaan Mataram
yang termasuk dalam teritorial Mancanegara
Kulon (FA. Sutjipto, 1978:1-4). wilayah Mancanegara
Kulon meliputi: Purwokerto,
Karang Anyar, Karang Bolong,
Daya Luhur dan sekitarnya.
Penentuan wilayah ke dalam salah satu
dari ketiga golongan itu
berdasar besarnya pengaruh pusat yaitu pengaruh raja yang dijalankan
di daerah itu. Dengan demikian, hak hukum yang berlaku menjadi
tidak stabil dan batas-batas kerajaannya mudah berubah, tergantung
turun naiknya kekuasaan
pusat (Soemarsaid, 1985: 131).
Hari jadi
Karesidenan Banyumas tanggal 6 April 1582 yaitu pada masa Kasultanan Pajang
menunjukkan kapan Banyumas berdiri (Sukarto K. Atmadja, 1989:2). Penetapan itu
berdasar pada pengangkatan bupati pertama yaitu Adipati Wargautama II atau
Adipati Mrapat pada tanggal 12
Maulud atau 6
April 1582. Dengan
ditunjuknya Hallewijn pada tanggal
22 Juni 1830
untuk memimpin Banyumas,
maka dimulailah Pemerintahan
Belanda di Banyumas (Arsip Banjoemas No. 10.4). Sebelum di bawah kekuasaan
Belanda, wilayah Banyumas dibagi dalam
Banyumas Kasepuhan dan
Banyumas Kanoman. Banyumas Kasepuhan meliputi:
Banyumas, Banjarnegara, Adirejo,
Purwokerto, Ayah, Jeruk Legi,
Daya Luhur; sedangkan
Banyumas Kanoman meliputi: Banjar,
Purbalingga, Sukaraja, Panjer
(Sukarto K. Atmaja, 1989: 2-10).
Dengan dimulainya
Pemerintahan Belanda di
Banyumas, maka pembagian Kasepuhan
dan Kanoman hilang
dan selanjutnya hanya terdapat seorang
Bupati di Banyumas.
Berdasar keputusan Gubernur Generaal J.G. van den Bosch No. 1
tanggal 18 Desember 1830, Banyu-mas terdiri empat Regentscap, yaitu: Banyumas,
Ajibarang, Dayaluhur dan Purbalingga (Arsip Banyumas 10.4).Dengan dikeluarkannya Undang-undang Desentralisasi 1903,
maka kesatuan kenegaraan
di Hindia Belanda di bagi dalam wilayah (Gewest) yang hanya
merupakan daerah administratif
dalam suatu pemerintah yang
terpusat. Terbesar adalah
Gewest (Karesidenan), di bawahnya
Afdeling dan Onderafdeling.
Untuk Jawa
dan Madura, Afdeling bersamaan
dengan lingkungan wilayah
suatu Regenschap yang terbagi dalam distrik (kawedanan) dan onderdistrik
(kecamatan). Berdasar pembagian wilayah tersebut maka Gewest Banyumas meliputi:
Banyumas, Cilacap, Purwokerto,
Banjarnegara dan Purbalingga (Staatsblad, 1934). Pemerintah kolonial
menggabungkan beberapa wilayah di Banyumas
atau menghapuskannya untuk
menjadi satu daerah,
sehingga pada Januari tahun
1936 Kabupaten Purwokerto,
Karanganyar dan Kutoarjo
dihapuskan dan wilayah Purwokerto seluruhnya dimasukkan Kabupaten Banyumas.
Distrik Purworejo Banyumas masuk Kabupaten Banjarnegara. Oleh karena
itu, sejak 1
Januari 1936 Karesidenan Banyumas terdiri
dari 4 Kabupaten
yaitu: Banyumas, Cilacap, Purbalingga dan Banjarnegara (SM.
Gandasubrata, 1952: 17-18).
Keadaan distrik di
Karesidenan Banyumas terletak di tepi sebelah kanan sungai Serayu dan timur
lautnya berbatasan dengan Banjarnegara. Batas alam Banyumas dari muara sungai
Serayu ke arah mudik sampai Blimbing. Sungai ini menuju arah mudik sampai desa
Binarong, ke arah barat daya sampai
Gunung Semapur. Batas
Karesidenan ini ke
arah barat sampai di muara Sungai Serayu. Banyumas terdiri dari 4
distrik Banyumas, Kalirejo (Adireja),
Sukaraja dan Purworejo
(Resolusi, 22 Agustus 1931,
No.1).
Distrik Banjarnegara,
bagian sebelah baratnya
berbatasan dengan Banyumas dan
Purbalingga, sebelah utara
dengan Pekalongan, ba-gian
selatan dan timur
berbatasan dengan Begelen.
Bagian sebelah timur Banjarnegara
terletak di sebelah
utara sungai, ujung
barat laut terletak di puncak Gunung
Peringgen dan utara Gunung Selapan yang bersumber di
Gunung Bener. wilayah Banjarnegara
meliputi empat daerah : Banjar,
Singomerto, Karang-Koler, dan Batur.
Distrik Purbalingga
berbatasan dengan Sungai
Serayu, bagian selatan dan
timur dengan Banjarnegara,
utara dengan Kabupaten Pemalang dan
barat dengan Purwokerto. wilayahnya meliputi
3 daerah: Purbalingga, Kertanegara dan Cahyana.
Distrik Purwokerto
menempati lereng sebelah
selatan dari batas pegunungan sebelah
utara karesidenan dan
lembah Serayu. Sebelah timur
berbatasan dengan Purbalingga,
utara dengan Brebes
dan barat daya dengan
Cilacap. wilayahnya meliputi 3 daerah:
Purwokerto, Ajibarang, Jambu.
Distrik Cilacap membentang antara Serayu dan Kabupaten Priangan dan sebelah utaranya mencapai Cirebon dan Tegal. wilayahnya mempunyai pantai yang datar dan rendah, dengan curah hujan mencapai 200 mm pada bulan Agustus yang dampaknya terasa sampai Banyumas. wilayah Cilacap meliputi 6 daerah: Cilacap, Adireja, Pegadingan, Majenang, Daya Luhur dan Nusa Kambangan (Denys Lombard, 1996: 20-21). Pemerintah Belanda berkepentingan dengan daerah sebelah se-latan Banyumas sebagai pelabuhan dan tempat mengumpulkan barang-barang hasil setempat dan barang-barang yang baru datang.
Berdasar Besluit
No. 1 tanggal
17 Juli 1839,
maka Cilacap, Pulau Nusa
Kambangan, Adirejo dan
Dayaluhur menjadi satu
wilayah. Dipimpin oleh seorang Asisten Residen yang dibantu seorang Ronggo
atau Bupati. Pelabuhan
Cilacap menjadi wilayah
yang penting untuk perdagangan dan perkembangan pertanian
maupun perdagangan kecil setelah
keluar Besluit No.
1 tanggal 29
November 1847 (Ikhtisar Politik Hindia Belanda, 1973:
39-40).
Pada pertengahan
abad 19 sampai awal abad 20 terutama periode 1830 –
1940 menunjukkan pertumbuhan
penduduk Karesidenan Banyumas
meningkat tajam mulai tahun 1860. Dengan perkiraan per-tumbuhan penduduk
Karesidenan Banyumas selama
70 tahun adalah 1,43% (Peter Boomgaard, 1989: 171).
Selanjutnya pada
awal abad ke-20
dimungkinkan adanya wabah yang menyerang Jawa seperti wabah pes.
wabah ini diperkirakan untuk Indonesia berasal dari Cina Selatan dan menyerang Jawa
tahun 1911, 1913, 1914, sedangkan wabah influenza menyerang Jawatahun1919. Wabah itu
telah memakan banyak
korban. Oleh karena
itu, angka kematian di
Asia dan terutama
di Jawa melonjak
karena penyakit tersebut (Arsip
Banyumas No. 22.33).
Perlu diketahui bahwa epidemi yang terjadi di Karesidenan Banyumas menimbulkan banyak korban kematian adalah disebabkan oleh malaria dan menjadi penyakit rutin musim pancaroba (Arsip Medica No. 21). Mulai sekitar tahun 1920an sampai 1930an terjadi kenaikan penduduk yang disebabkan kemajuan kesehatan modern dan perluasan pasar. Hal tersebut mengurangi terjadinya kelaparan, dan membuka kesempatan kerja di luar sektor pertanian. Keadaan ini pula yang diduga menyebabkan kenaikan populasi buruh.
Sumber: Sejarah Perkembangan Ekonomi Dan Kebudayaan Di Banyumas Masa Gandasubrata Tahun Oleh: Yustina Hastrini Nurwanti Darto Harnoko Theresiana Ani Larasati Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Balai Pelestarian Nilai Budaya (Bpnb) Yogyakarta.
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.