Skip to main content

Posts

Sel-Sel NII | Kedok Fund Raising Jamaah Islamiyyah (JI)

Pecah kongsi Ajengan Masduki dan Sungkar-Ba’asyir terjadi karena berbagai alasan. Sungkar-Ba’asyir menuduh Ajengan terperosok ke dalam bid’ah-khurafat. Ajengan, sebaliknya, menuduh Sungkar-Ba’asyir tidak transparan dalam keuangan. Tapi ada hal yang dianggap prinsip: NII tidak punya lagi satu pun basis teritorial atau qâ’idah âminah. Menurut Sungkar-Ba’asyir, NII tidak layak lagi disebut negara. ‘Masak ada negara tidak punya wilayah? Kita ini hanya jama’ah yang berjuang mewujudkan tatanan Islam. Karena itu, nama kita adalah Jama’ah Islamiyah,’ begitu pendapat Sungkar-Ba’asyir. Akta cerai dibuat. Sungkar-Ba’asyir resmi cerai dengan NII Ajengan tahun 1995. 

Merajut Cita, Meraih Cinta, Menuai Bahagia

Dahulu sekali, sekitar seratus 

Apa yang Kau Dermakan, itu yang Abadi

Para dermawan itu akan hidup abadi. Ini bukan promosi, tapi sebuah janji. Di sini, jalan para dermawan itu sudah benar. Dan mereka berikut hartanya, adalah sang terpilih. 

Suluk Dukuhwulung

Banyak jiwa yang terperangkap dalam jasad yang menolak tunduk pada fitrahnya. Hidup mengawang dalam selimut keresahan yang terlalu lama. Jiwa dahaga dan tak mengerti musti bagaimana. Terpenjara dalam gurun yang tak berpintu dan tak bertepian. Sendiri, hidup sekedar menanti ajal tiba.  Pemberian tanpa proses doa, adalah karunia tak bernyawa.  Begitu banyak jiwa yang resah. Dan mengkhawatirkan begitu banyak hal, yang entah apa. Melolong akibat luka kehidupan yang tak pernah diupayakan akan kesembuhannya. Selalu ngawang begitu sampai ajal menjemput. Jiwa dhuafa, jiwa yang fakir. Merana dirajam sang waktu dalam nasib yang tak menentu. Terseret harapan yang ia sendiri telah lupa tentang apa.  Mereka mencari Tuhan. Sesuatu yang ada sejati, sebenarnya, tanpa perlu dicari.  Duhai tubuh renta, kembalilah dari mana asalmu bermula. Carilah jalan itu, di sini. Sudahi ambisi yang tak berujung itu. Apakah sang waktu belum cukup mengajarimu fananya dunia ini. Keluargamu, anak-anakmu, harta benda tak

Quo Vadis Regulasi Pendidikan Nonformal Keagamaan Islam di Kabupaten Banyumas

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Jadi, hukum sebagai panglima, merupakan mandat Undang-Undang Dasar 1945. Nah, terdapat elemen pendidikan sosial keagamaan non-formal di lingkungan masyarakat Indonesia yang masih belum merasakan kehadiran negara, yaitu Taman Pendidikan Al-Qur'an. Padahal, jauh di kampung-kampung pelosok 'lembaga' tradisional yang paling dasar mengenalkan baca tulis Al-Qur'an dan syariat ini terselenggara. Kembang-kempis, tentu. Dana Desa belum menyentuh dengan akurat komunitas asasi ini. Meski regulasi di pusat dan provinsi telah membuka jalur yuridis, namun beberapa pemimpin daerah terkesan enggan menindaklanjutinya sebagai bentuk pensejahteraan para pegiat pendidikan non-formal di sudut-sudut kampung dan desa.

Kyai Suyuthi Mangkat

Rabu, 10 November 2021 bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan, KH. Suyuthi Asyrof Merjosari wafat. Beliau merupakan pengasuh Pondok Pesantren Al-Mubarok Jalan Joyo Mulyo Desa Merjosari Kecamatan Lowokwaru Kabupaten Malang. 

Siapa Pahlawan Generasi Hari Now?

Krisis keteladanan membuat generasi muda hari ini mencari siapapun yang membuat hidup mereka nyaman sebagai pahlawan. Minimnya literasi di sisi lain melamurkan fantasi pemuda hari ini akan manifestasi sosok pahlawan. Atau, ada saja anggapan abu-abu yang menyebutkan bahwa 'siapapun berhak dan layak jadi pahlawan, asalkan berjasa dalam hidupmu'. Semudah itu. Profil pahlawan yang mewah disajikan oleh para tetua, dan dimaknai secara remeh oleh para penikmat kemerdekaan hari ini. Dan realitas itu nyata.