Krisis keteladanan membuat generasi muda hari ini mencari siapapun yang membuat hidup mereka nyaman sebagai pahlawan. Minimnya literasi di sisi lain melamurkan fantasi pemuda hari ini akan manifestasi sosok pahlawan. Atau, ada saja anggapan abu-abu yang menyebutkan bahwa 'siapapun berhak dan layak jadi pahlawan, asalkan berjasa dalam hidupmu'. Semudah itu. Profil pahlawan yang mewah disajikan oleh para tetua, dan dimaknai secara remeh oleh para penikmat kemerdekaan hari ini. Dan realitas itu nyata.
Pahlawan adalah mereka yang terbukti secara nyata berjasa terhadap kemerdekaan bangsa ini dari kolonialisasi bangsa Eropa. Ini terminologi paling purba tentang konsep pahlawan. Para muda dan remaja membaca terminologi itu sebagai konsep mati, artinya tiada celah kemungkinan bagi mereka untuk menjadi sosok pahlawan. Seolah Tuhan menakdirkan mereka lahir di alam pemuja, bukan zaman pujaan. Maka tak heran jika sebahagian mengkritisi konsep ini, dan sebahagian sisanya bersikap apatis tak peduli tentang apa, siapa dan bagaimana ide pahlawan itu diadakan, dan proses-proses perawatan ingatan tentangnya.
Ada lagi, pahlawan adalah mereka yang mengisi kemerdekaan pasca proklamasi kemerdekaan bangsa ini berpuluh tahun silam. Jadi, bisa siapapun. Dan tentang apapun. Maka tak heran jika setiap segmen sosial hari ini memiliki pahlawan sebagai idola masing-masing. Ada yang secara idealis berkutat pada konsep pahlawan di masa lalu, meski mereka tak mengenalnya dengan baik, namun tetap menerimanya karena tak mau ambil pusing mendefenisikan pahlawan secara analogis. Dan ada pula yang mempahlawankan siapapun sebagai refleksi kehidupannya, meskipun itu tokoh anime sekalipun. Miris, bukan?
Bagaimana jiwa kepahlawanan pada seseorang itu terbentuk? Benarkah itu semata-mata karena kesadaran akan pentingnya lepas dari belenggu penjajahan atas bangsanya, bukan berdasarkan traumatik pribadi atas perlakuan bangsa Eropa terhadap kehidupannya? Ada lagi yang membuka diskursus demikian. Pertanyaan usil begini tentu membutuhkan kajian jawaban yang serius, jangan-jangan benar demikian. Ini jelas sebuah persoalan.
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.