Skip to main content

Hukum Investasi Bagi-Hasil (Mudharabah) dengan Hasil Tetap, Bukan Prosentase

Investasi dalam Islam memiliki ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Salah satu bentuk investasi yang sering menjadi perbincangan adalah investasi berbasis mudharabah atau qiradh, di mana seorang pemodal memberikan modal kepada pengelola usaha dengan imbalan bagi hasil. Namun, terdapat pertanyaan mengenai keabsahan akad ketika pembagian keuntungan ditentukan dalam jumlah nominal tetap. Studi ini akan menganalisis hukum investasi dengan skema pembagian keuntungan dalam bentuk nominal tetap dalam perspektif fiqih muamalah.

Deskripsi Kasus

Dalam skema yang dipertanyakan, seorang investor menanamkan modal sebesar 20 juta rupiah dalam sebuah usaha peternakan sapi perah. Dalam kontrak yang berlaku selama tiga tahun, investor menerima dua ekor sapi perah dan memperoleh nisbah bagi hasil sebesar 2 juta rupiah per bulan selama enam bulan pertama. Setelah periode enam bulan tersebut, sapi perah memasuki masa kehamilan sehingga tidak menghasilkan susu. Sebagai kompensasi, investor mendapatkan penggantian sebesar 2 juta rupiah untuk dua ekor anakan sapi perah setelah lima bulan kehamilan.

Analisis Fiqih

Dari perspektif fiqih muamalah, akad yang digunakan dalam kasus ini berpotensi termasuk dalam kategori akad qiradh atau mudharabah. Namun, sebagaimana ditegaskan dalam berbagai referensi fiqih klasik, akad qiradh harus memenuhi syarat utama bahwa keuntungan dibagi dalam bentuk persentase dari laba, bukan dalam jumlah nominal tetap. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah yang menyatakan:

"يَجِبُ أَنْ يَكُونَ هُنَاكَ وُضُوحٌ فِي نِسْبَةِ الْأَرْبَاحِ الَّتِي يَحْصُلُ عَلَيْهَا كُلُّ طَرَفٍ فِي عَقْدِ الْمُضَارَبَةِ، فَإِذَا حُدِّدَ الرِّبْحُ بِمَبْلَغٍ مُعَيَّنٍ، فَلَا يَصِحُّ الْعَقْدُ لِأَنَّهُ يُؤَدِّي إِلَى الْجَهَالَةِ فِي تَقْسِيمِ الْأَرْبَاحِ، مِمَّا يُؤَدِّي إِلَى فَسَادِ الْعَقْدِ" (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah)

Selain itu, dalam Fathul Aziz karya Imam Rafi’i dijelaskan bahwa:

"الشَّرْطُ الرَّابِعُ فِي عَقْدِ الْمُضَارَبَةِ أَنْ يَكُونَ الرِّبْحُ مَقْسُومًا بِنِسْبَةٍ غَيْرِ ثَابِتَةٍ، كَالنِّصْفِ أَوِ الثُّلُثِ أَوِ الرُّبُعِ مِنَ الْأَرْبَاحِ. فَإِذَا حُدِّدَ بِمَبْلَغٍ مُعَيَّنٍ مِثْلَ مِائَةِ دِرْهَمٍ أَوْ أَكْثَرَ، فَسَدَ الْعَقْدُ"

Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, yang menegaskan:

"وَلَا يَجُوزُ أَنْ يَكُونَ الرِّبْحُ مَبْلَغًا مُعَيَّنًا؛ لِأَنَّ ذَلِكَ يُخْرِجُهُ عَنْ كَوْنِهِ مُضَارَبَةً إِلَى كَوْنِهِ قَرْضًا يَجُرُّ نَفْعًا، وَذَلِكَ مُحَرَّمٌ بِالْإِجْمَاعِ"

Hal ini juga ditegaskan oleh Al-Bajuri, yang menyatakan bahwa penentuan keuntungan dalam bentuk angka tetap menyalahi prinsip dasar mudharabah karena tidak menjamin adanya pembagian keuntungan secara adil antara pemodal dan pengelola. Selain itu, dalam Hasyiyah Ibn Abidin dinyatakan bahwa:

"إِذَا شَرَطَ أَحَدُ الشَّرِيكَيْنِ لِنَفْسِهِ دَرَاهِمَ مَعْلُومَةً أَوْ رِبْحًا مُعَيَّنًا، فَسَدَ الْعَقْدُ، لِأَنَّهُ يُؤَدِّي إِلَى الظُّلْمِ وَعَدَمِ الْعَدْلِ فِي التَّقَاسُمِ"

Selain itu, Imam Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni juga menyatakan:

"وَإِذَا جُعِلَ لِلشَّرِيكِ نِسْبَةٌ مَعْلُومَةٌ مِنَ الرِّبْحِ فَلَا بَأْسَ بِهِ، وَإِنْ جُعِلَ لَهُ دِرَاهِمَ مَعْلُومَةٌ فَسَدَ الْعَقْدُ"

Implikasi Hukum

Berdasarkan analisis fiqih di atas, model investasi yang memberikan keuntungan dalam bentuk nominal tetap setiap bulan tidak dapat dikategorikan sebagai akad qiradh yang sah. Model ini lebih menyerupai akad pinjaman berbunga (riba), yang dilarang dalam Islam. Jika skema investasi ini hendak disesuaikan dengan prinsip syariah, maka perjanjian harus mengatur bahwa keuntungan yang diperoleh investor adalah dalam bentuk persentase dari laba usaha, bukan jumlah tetap yang tidak bergantung pada hasil usaha.

Kesimpulan

Berdasarkan tinjauan fiqih muamalah, skema investasi yang menjanjikan keuntungan dalam bentuk nominal tetap tidak sesuai dengan ketentuan akad qiradh dalam Islam. Sebagai solusi, investasi ini harus disesuaikan dengan ketentuan syariah dengan menggunakan skema pembagian keuntungan dalam bentuk persentase dari laba usaha agar sesuai dengan prinsip-prinsip fiqih muamalah.

Comments

Popular posts from this blog