Pendahuluan
Korupsi merupakan penyakit sosial yang telah lama menjadi perhatian para ulama. Dalam literatur klasik Islam, korupsi sering dikaitkan dengan konsep ghulul (ghulūl, الغلول) dan risywah (الرشوة, suap-menyuap), yang secara eksplisit dilarang dalam Al-Qur’an dan Hadis. Ulama klasik mendasarkan pandangan mereka pada nash dan kaidah ushuliyyah, yang menekankan keadilan dan amanah dalam pengelolaan harta publik.
Dalam konteks modern, tindakan korupsi tidak hanya merugikan individu tetapi juga negara dan masyarakat luas. Oleh karena itu, kajian mengenai jenis-jenis korupsi serta hukuman bagi pelakunya dalam perspektif fiqh klasik menjadi relevan dalam membangun sistem hukum yang lebih efektif dan berkeadilan.
Pengertian Korupsi Menurut Ulama Klasik
Dalam Islam, korupsi memiliki beberapa istilah yang digunakan dalam berbagai kitab klasik:
-
Ghulul (الغُلُولُ)Ghulul secara bahasa berarti khianat, terutama dalam konteks penggelapan harta perang (ghanimah). Namun, para ulama memperluas maknanya menjadi penggelapan atau penyalahgunaan harta yang dipercayakan, termasuk harta publik.Dalil Al-Qur’an:وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ وَمَن يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ"Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat, maka pada hari kiamat ia akan membawa apa yang dikhianatinya." (QS. Ali Imran: 161)
Dalam kitab Tafsir al-Qurthubi, Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa ayat ini tidak hanya berlaku dalam konteks perang, tetapi juga dalam pengelolaan keuangan negara (baitul mal) dan amanah jabatan.
-
Risywah (الرشوة)Risywah adalah segala bentuk pemberian dengan maksud mendapatkan keuntungan yang tidak sah. Hadis Nabi ﷺ dengan tegas melarang suap-menyuap:لَعَنَ اللَّهُ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ"Allah melaknat pemberi suap dan penerima suap." (HR. Abu Dawud, no. 3580)
Imam Ibn Qudamah dalam Al-Mughni menjelaskan bahwa risywah mencakup segala bentuk pemberian yang merusak sistem keadilan dan administrasi pemerintahan.
Jenis-Jenis Korupsi dalam Perspektif Fiqh
Para fuqaha membagi tindak korupsi dalam beberapa kategori berdasarkan sumber hukum Islam:
- Ghulul (Penggelapan Harta Publik) → Hukuman: Ta’zir (discretionary punishment) yang dapat berupa pemecatan, denda, atau hukuman fisik.
- Risywah (Suap-menyuap) → Hukuman: Tidak sahnya keputusan yang diambil serta dilarang menduduki jabatan publik.
- Ikhtilas (إختلاس, Pencurian dalam Jabatan) → Hukuman: Bisa dikategorikan sebagai pencurian (sariqah) jika memenuhi syarat hukum hudud, atau sebagai ta’zir.
- Suhut (سُحْت, Penghasilan Haram dari Jabatan) → Hukuman: Hartanya wajib disita dan dikembalikan ke negara atau masyarakat.
- Tasyabbuh bi Ahl al-Batil (Meniru Perbuatan Zalim dalam Administrasi Publik) → Hukuman: Diperingatkan, diberhentikan, atau dihukum sesuai tingkat kerusakan yang ditimbulkan.
Hukuman bagi Koruptor dalam Islam
Dalam literatur klasik, ulama membahas hukuman bagi pelaku korupsi berdasarkan jenis kejahatannya:
-
Hudud (حدود)Jika korupsi memenuhi kriteria pencurian (sariqah) yang disebut dalam Al-Qur’an, maka pelakunya dapat dikenai hukuman potong tangan sesuai dengan QS. Al-Maidah: 38. Namun, mayoritas ulama tidak mengategorikan korupsi sebagai pencurian murni karena melibatkan jabatan publik dan amanah.
-
Ta’zir (تعزير)Dalam banyak kasus, hukuman koruptor dijatuhkan berdasarkan ta’zir, yaitu hukuman yang diserahkan kepada kebijakan hakim berdasarkan tingkat kejahatan dan dampaknya. Bentuk hukuman ta’zir meliputi:
- Hukuman cambuk atau penjara, sebagaimana yang diterapkan oleh Khalifah Umar bin Khattab kepada pejabat yang menyalahgunakan jabatan.
- Penyitaan harta hasil korupsi dan pengembalian ke baitul mal.
- Pemecatan dari jabatan, sebagaimana dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz terhadap pejabat yang terindikasi korupsi.
-
Hukuman Sosial dan AkhiratPara ulama juga menekankan aspek non-material dalam hukuman bagi koruptor, yaitu:
- Diharamkan mendapat hak waris dari harta yang diperoleh secara haram (Ibn Hazm, al-Muhalla).
- Dibenci oleh masyarakat dan dijauhkan dari hak-hak kepemimpinan (Ibn Taimiyyah, As-Siyasah Asy-Syar’iyyah).
- Ancaman siksaan di akhirat, sebagaimana disebut dalam hadis:إِنَّ رِجَالًا يَتَخَوَّضُونَ فِي مَالِ اللَّهِ بِغَيْرِ حَقٍّ فَلَهُمُ النَّارُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ"Sesungguhnya orang-orang yang mempermainkan harta Allah tanpa hak, bagi mereka neraka di hari kiamat." (HR. Bukhari, no. 3118)
Kesimpulan
Korupsi merupakan kejahatan besar dalam Islam yang telah dikategorikan dalam berbagai bentuk sejak zaman klasik. Hukuman bagi koruptor dalam Islam bersifat fleksibel dan dapat disesuaikan dengan konteks sosial, dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, amanah, dan kemaslahatan umum. Dalam konteks negara modern, pendekatan Islam terhadap hukuman koruptor dapat menjadi landasan dalam merumuskan kebijakan hukum yang lebih tegas dan berorientasi pada kemaslahatan publik.
Referensi:
- Ibn Qudamah, Al-Mughni, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut.
- Ibn Taimiyyah, As-Siyasah Asy-Syar’iyyah, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2000.
- Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, Dar al-Kutub al-Misriyyah.
- Hadis Riwayat Abu Dawud, Bukhari, dan Muslim.
- Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1986【34】.
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.