Pengertian Hawa Nafsu
Hawa
maknanya adalah condong kepada sesuatu baik itu suatu kebaikan ataupun keburukan,
condongnya jiwa untuk mengikuti sebuah keinginan. Jamaknya adalah ahwa’.Hawa
juga bisa dimaknai dengan hawa nafsu, yaitu kemauannya. Firman Allah:
إِنْ
يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الأنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ
رَبِّهِمُ الْهُدَى
Mereka
tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh
hawa nafsu mereka dan Sesungguhnya Telah datang petunjuk kepada mereka dari
Tuhan mereka. (Qs. An-Najm 23)
Adapun nafs maknanya adalah jiwa atau ruh. Jamak dari nafs
adalah nufus atau anfus Namun kata nafs ini telah menjadi kalimat yang
berkonotasi negative, yaitu yang bermakna selalu mengajak kepada keburukan.
Begitu juga dengan hawa. Hal ini juga sebagaimana telah disinyalir dalam Al
Quran surat, yang mana memang pada asalnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
keburukan.
وَمَا أُبَرِّئُ
نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ
رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan Aku
tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.” (Qs. Yusuf 53)
Bahaya Hawa Nafsu
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ
وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ
عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا
تَذَكَّرُونَ
“Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan
Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah Telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat).
Maka Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Jatsiyah 23).
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ
أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلا أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ
يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلا كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ
سَبِيلا
“Terangkanlah
kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka
apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?. Atau apakah kamu mengira bahwa
kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah
seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang
ternak itu).” (Surat Al-Furqon 43-44)
Di dalam Al Qur’an Allah telah memberikan 3 sifat kepada jiwa
yaitu : Al-muthmainnah (jiwa yang tenang). Qs. Al-Fajr 27-30. Al-lawwamah
(jiwa yang mencela dirinya sendiri). Qs. Al-Qiyamah 2. Ammarotum bissu’ (yang
selalu menyuruh kepada keburukan). Qs. Yusuf 53.
Puasa dan Hawa Nafsu
Puasa, secara bahasa berarti imsak (menahan, menghentikan, atau
mengendalikan). Dalam dunia tasawuf, yang dimaksud puasa adalah menahan atau
mengendalikan hawa nafsu, yang kalau ia tidak terkendali akan menjadi sumber
dan penyebab terjadinya berbagai dosa dan kejahatan, baik dosa lahir(melibatkan
fisik atau badan) maupun dosa batin yang dapat mengotori dan merusak kesucian
jiwa. Jadi lingkup hawa nafsu di sini bukan cuma mengekang nafsu makan dan
nafsu seksual saja. Pengendalian nafsu yang merupakan inti dari puasa itu
dengan sendirinya dapat menghindarkan manusia dari segala dosa.
Nabi bersabda,
كل عمل ابن ادم له إلا الصيام فإنه لى ....." إن الله تبارك وتعالى يقول
Allah berfirman: Setiap amal anak
Adam itu untuk mereka sendiri sedangkan puasa itu untuk-Ku....” (Bukhari 3/24,
Muslim 5/122, Nasa'i 4/59).
Bagaimana Mengendalikan
Hawa Nafsu dengan Puasa
Takhalli
Mengosongkan diri dari sifat tercela dan kemaksiatan.
Sifat tercela meliputi: hasud, hiqd (dongkol/mutung), su’uzhon, takabur, ujub,
riya, sum’ah, bakhil, ghodhob.
<§øÿtRur
$tBur
$yg1§qy
ÇÐÈ $ygyJolù;r'sù
$yduqègéú
$yg1uqø)s?ur
ÇÑÈ ôs%
yxn=øùr&
`tB
$yg8©.y
ÇÒÈ ôs%ur
z>%s{
`tB
$yg9¢y
ÇÊÉÈ
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan
Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (QS. As-Syams 7-10).
Tahalli
Mengisi diri dengan amal terpuji. Dzikir untuk mengisi
sifat dan puasa untuk mengendalikan agar tidak maksiat.
Tajalli
Menyaksikan hakekat kebenaran dan musyahadah pada
Illahi.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ:
قَالَ،رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ
مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوعُ (رواه النسائي وابن خزيمة في صحيحه والحاكم وقال
صحيح على شرط البخاري)
Artinya: “Dari
Abu Hurairoh ra, berkata, Rasululloh SAW bersabda; banyak sekali orang yang
berpuasa tiada baginya dari puasanya kecuali merasa lapar”.
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.