Kronik Tengkulak
Masih ingat betul, sebagai anak dari pegawai PTP Nusantara VI perkebunan bukanlah sesuatu yang asing bagiku. Sedari cengkeh masih menjadi varietas unggulan petani kala itu, dan kelapa kopra dikalangan perkebunan pemerintah non-BUMN itu sedang memasuki masa panennya. Rimbo Bujang 1980an, siapa nyana?. Karet tumbuh dan mulai dipanen, semua mabuk dalam kegemilangan hasil buminya. Dan produksi karet Perkebunan Inti Rakyat mulai mewarnai pabrik-pabrik milik PTPN VI. Sungguh suatu euforia kejayaan ekonomi yang tertanam dalam sanubari setiap petani karet, bahkan hingga hari ini.
Masyarakat merasa nyaman berbisnis dengan PTPN VI di TPH-TPH yang sengaja didirikan dengan pengolahan sederhana karet menggunakan alat industri yang disediakan pihak perusahaan. Dalam pengawalan Pak Bukit, tentara yang bertanggungjawab atas keberlangsungan perdagangan di Rimbo Bujang, semua berjalan tertib dan lancar. Saat itu, salah satu tenaga pengaman yang bekerja berseragam Hansip adalah bapakku sendiri. Yah, semua masih terekam kuat dibenakku ini.
Zaman keserakahan itupun akhirnya datang. Beberapa orang yang memiliki jaringan langsung dengan pabrik mulai bergerilya jauh masuk ke unit-unit (baca: desa). Mereka membeli karet petani dengan harga yang jauh lebih mahal di atas harga beli PTPN VI. Mereka lakukan semua ini tentu dengan sembunyi-sembunyi. Asal tahu saja, Pak Bukit dengan jajaran Babinsanya memburu mereka, tentu termasuk bapak saya didalamnya. Jika tertangkap, penjara balasannya. Merekalah generasi awal para tengkulak di kawasan Rimbo Bujang. Bertransaksi secara sembunyi-sembunyi, dan lazimnya di malam hari. Di antara merebaknya judi Porkas, mereka adalah jenis kriminal baru yang meramaikan dinamika desa. Kawasan yang sepi dari cahaya listrik ataupun sinyal televisi. Seingatku, Pak Oyon adalah tengkulak besar yang pertama kukenal. Dia bermukim di Embacang Gedang, atau populernya kawasan Somel. Keserakahan akan penguasaan pasar berlangsung sangat lama dan nama demi nama tengkulak besar timbul tenggelam silih berganti. Mereka bersaing ketat dengan Koperasi Unit Desa yang menjadi kompetiternya pasca hilangnya pengaruh PTPN VI dalam perdagangan komoditas karet Perkebunan Inti Rakyat (PIR).
Muslihat Tengkulak dalam Memperdaya Petani
Mereka adalah pemodal. Bermodalkan dana talangan, jaringan sosial, gudang dan armada para tengkulak menyisiri jalur-jalur unit guna membeli getah karet dari petani. Beberapa strategi yang ditempuh agar memiliki suplier komoditas secara kontinyu membelenggu adalah sebagai berikut:
Pertama, Memberikan pinjaman lunak kepada petani. Adapun pelunasannya adalah dengan komoditas karet yang dihasilkan para petani. Tentu dengan harga mutlak dari tengkulak. Dalam hal ini daya tawar petani sama sekali tidak ada.
Kedua, Proses penimbangan yang rawan sekali kecurangan. Dalam hal ini adalah dengan trik penimbangan yang merugikan petani, validitas keakuratan angka timbangan, spesifikasi getah yang kering dan potongan kilo setiap kali timbang sebagai biaya menimbang.
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.