Blur ketika awal memotretnya. Sontak aku yakin, semua ini ada adabnya. |
Senja Ahad ini, 5 November 2017 hatiku sudah bertekad kuat menemukan
makam itu. Berbekal sepenggal informasi tentang kompleks area makbaroh
(pemakaman luas) yang terbentang di bibir selatan danau Sipin Kota Jambi. Dan
mula pencarian yang diikuti pelacakan ini sebenarnya sudah terlalu lama
mengganjal di dalam hati ini, bikin gelisah. Sore hari ini salah satu makam mulia
itu aku temukan!.
Pertama kali aku memandang kondisi makam itu, Datuk Keramat Sipin aku
menyebutnya, sontak hatiku menangis sejadi-jadinya. Rasa sesak memenuhi dadaku,
bahkan hingga tulisan ini aku ketik malam harinya. Keadaan dua makam tersebut
sangatlah memperihatinkan. Yaa Allah, sungguh!. Hanya kebesaranNyalah yang
menjaga keutuhan sisa pusara itu di antara ratusan makam hancur di pinggiran
Danau Sipin itu.
Mataku nanar menatap dua makam bersisihan tersebut. Mungkin mereka
adalah pasangan suami istri, bisa jadi. Semenjak aku beringsut dari bibir Danau
Sipin, hatiku sudah sangat yakin bahwa pijakan kakiku mulai menjelajahi areal
pemakaman kuno dan kudus. Energi alam yang berpendar menunjukan mereka yang
dikebumikan adalah para pemilik ruh-ruh suci pada zamannya. Merekalah yang
menjadi kekasih-kekasih Allah di bumi Jambi yang bertugas menebar ajaran Islam
rahmatan lil alamin kepada masyarakat di negeri ini. Maka nalarku tak habis
pikir demi melihat rerumputan liar yang menyelimuti areal tersebut. Sedemikian
abainya masyarakat Islam di negeri ini terhadap para pendahulu mereka selama ini.
Pendahulu yang mewariskan cahaya Islam di sepanjang aliran Sungai Batanghari
ini.
Sejenak aku bersimpuh, membaca al-faatihah bagi segenap leluhur bumi
Jambi bil khusus di Danau Sipin ini. Kemudian aku mulai membersihkan rerumputan
itu. Mencabuti alang-alang liat yang tumbuh menyelimuti kayu sungkai yang mulai
memfosil itu, dengan jemari tanganku sendiri. Aku tak terpikir mampu menemukan
makam ini sehingga bersiap membawa alat guna membersihkannya lebih layak lagi.
Ya Allah.. nisan purba itu seolah menjadi cermin bagi jiwaku. Tetiba aku merasa
sunyi, sendiri dan diabaikan di antara kecambuk para pencari duniawiyyah. Aku
merasa nelangsa sendiri senja tadi.
Makam Datuk Keramat Sipin; Entah siapa beliau sebenarnya (ataukah benar Sultan Badaruddin sebagaimana diisyarahkan? atau.. ah entahlah). Demikianlah aku menamai makam tua ini. |
Sebelum pulang kuedarkan pandangan ke sekeliling area pemakaman tua itu.
Terlihat proses pembangunan bronjong yang mengusung proyek wisata Danau Sipin
hanya tinggal beberapa meter lagi akan menghantam lokasi pemakaman. Di beberapa
tempat terlihat batu bata besar khas peninggalan kuno berserakan. Dalam hati
hanya bisa miris dan bertanya, bagaimana masyarakat kota ini akan mengenal
tentang siapa saja yang berjasa mengenalkan Islam kepada mereka, jika pusara
para penyebarnya dimusnahkan atas nama peningkatan pendapatan alokasi daerah
sektor wisata.
Aku pemburu makam Wali di Provinsi Jambi. Adakah yang bersedia menjadi
relawan untuk bersama menjaga dan melestarikan pusara-pusara agung ini?
Photo awal makam Datuk Keramat Sipin sebelum dilakukan proses pembersihan |
Nisan yang terbuat dari kayu Sungkai yang telah memfosil |
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.