Modal kerja merupakan instrumen pokok yang dibutuhkan bagi ketersedianya
volume b arang-barang yang erat kaitannya dengan kebutuhan oleh konsumen
(masyarakat). Modal kerja yang dimaksud merupakan sumber pembiayaan siklus operasional
sehari-hari, baik yang bersifat konsumtif maupun produktif. Bagi kalangan
pedagang tradisional, yang notabenenya adalah pedagang kecil, mereka pada
umumnya kurang memiliki perhatian yang serius di dalam pencarian dan
pengelolaan sumber dana modal kerja. Hal ini kerap sekali memaksa para pedagang
tradisional dihadapkan dengan situasi dimana mereka kehabisan modal kerja.
Perhatian serius terhadap modal kerja bagi para pedagang diyakini akan
berpengaruh signifikan bagi peningkatan usaha perdagangan yang ditandai dengan naiknya
tingkat pendapatan.
Diskursus terkait ketercukupan modal kerja (adequacy capital) di
kalangan pedagang tradisional merupakan hulu permasalahan keuangan yang
berpotensi menimbulkan berbagai problematika serius bagi stabilitas persediaan
komoditas pasar. Kelangkaan modal kerja akan menimbulkan efek domino yangtidak
hanya berdampak langsung kepada pedagang, namun juga akan berpengaruh bagi daya
beli masyarakat(inflasi) dan incomepemerintah (pajak dan retribusi
pasar). Permodalan sebagai parameter penetapan tingkat harga eceran di pasaran
pada kelanjutannya menduduki posisi strategis di dalam stabilitas suatu pasar.
Selama ini modal usaha dipahami sebagai uang yang digunakan untuk pokok
(induk) berdagang, melepas uang, dan sebagainya; harta benda (uang, barang, dan
sebagainya yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan sesuatu yang menambah
kekayaan[1].Sumber
modal antara lain: modal sendiri, yang merupakan modal yang diperoleh dari si
pemilik usaha tersebut, berasal dari tabungan, investasi bersama, hibah, dan
lain sebagainya. Modal pinjaman yang berasal dari pinjaman perbankan atau
lembaga keuangan lainnya seperti koperasi. Sedangkan modal lainnya berasal
sumber keuangan ‘abu-abu’ seperti lembaga keuangan tidak resmi semacam
rentenir, lintah darat dan peretas uang berkedok koperasi simpan pinjam (KSP)[2].
Pedagang-pedagang dalam menentukan pilihan sumber permodalannya akan
memiliki berbagai pertimbangan dan alasan sehingga pilihan sumber permodalannya
dapat memberikan manfaat bagi pedagang tersebut. Pedagang pada umumnya dalam
menentukan preferensinya disesuaikan dengan kemampuan dan kesesuaian
penggunaannya. Selain itu, pedagang juga mayoritas menentukan pilihan sumber
permodalannya melihat dari prosedur pengajuan dan pembayaran pinjaman yang
mudah. dalam menjalankan kegiatan perdagangannya menggunakan bermacam-macam
sumber permodalan. Sumber permodalan tersebut di antaranya ada yang menggunakan
modal sendiri, modal dari Baitul Maal wat Tamwil, modal dari rentenir, dan pernah
meminjam di bank namun sudah tidak meminjam lagi[3].Hal
tersebut disebabkan karena pedagang tidak mau terbebani dengan lembaga keuangan
yang menetapkan persyaratan dan prosedur yang rumit.
[2]Toti Indrawati
dan Indri Yovita, Analisis Sumber Modal Pedagang Pasar
Tradisional di Kota Pekanbaru, Jurnal Ekonomi, Vol. XXII, (Pekanbaru;
Universitas Riau, 2014).
[3]Mar’atus
Syawalia Navis, Preferensi Pedagang Pasar Tradisional terhadap Sumber Permodalan, Jurnal Ekonomi Dan Bisnis (Malang; Universitas
Brawijaya, 2015)
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.