Gambar ilustrasi: Bagaimana pengaruh pemahaman teks agama yang minim terkait isbal oleh pendidik sangat berpengaruh terhadap para peserta didik. Sumber: Twitter Denny Siregar. |
Kabar tak mengenakkan kembali terdengar dari dunia pendidikan dalam lingkungan Dinas Pendidikan Kota Jambi. Sebagaimana berita yang dilangsir situs www.beritadaerah.com sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Jambi Arman dihadapan sejumlah awak media pada Kamis, 17 Desember 2017 silam. Dalam keterangannya Arman menuturkan bahwa benar terdapat beberapa sekolah yang terang-terangan menolak melaksanakan upacara bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya karena alasan keyakinan yang mereka anut melarang untuk itu. "Haram hormat kepada bendera merah putih. Boleh hormat hanya kepada Allah SWT" Tutur pengelola sekolah sebagaimana diungkapkan Arman.
Pihak Dinas Pendidikan Kota Jambi dalam hal ini menanggapi serius pembangkangan beberapa sekolah tersebut dengan memberikan peringatan dan pemanggilan kepada pihak pengelola. Pemantauan pun dikatakan akan dilakukan melalui UPTD setempat. Sejauh ini setidaknya ada tiga sekolah menengah pertama yang terdeteksi mengajarkan haram hormat bendera dan upacara tersebut. Dua diantaranya berada di Jambi Timur dan satu di kawasan Telanaipura. Sekolah yang terakhir disebut adalah salah satu lembaga pendidikan berasaskan agama tertentu yang cukup populer keberadaannya di Kota Jambi. Diduga banyak anak-anak pejabat dan tokoh yang disekolahkan pada lembaga pendidikan kontroversial tersebut.
Menggandeng Aparat
Menyikapi secara serius temuan yang memungkinkan gejala radikalisme dalam dunia pendidikan, Dinas Pendidikan Kota Jambi berkoordinasi dengan Komando Distrik Militer 0415/Batanghari dalam rangka pengawasan dan penanggulangan. Meski sejauh ini masih berupa pemanggilan dan pengawasan intensif, tidak menutup kemungkinan jika membandel maka lembaga-lembaga pendidikan tersebut akan dicabut izin operasionalnya dan juga akan dilakukan pengusutan terhadap para pendidiknya.
Fakta mengerikan dari pemahaman ajaran agama yang kaku dan rigit ini tentu sangat berbahaya bukan saja bagi para murid yang masih menempuh pendidikan pada lembaga tersebut. Namun juga bagi orang tua dan lingkungan sekitar kota yang kedepannya akan terdampak secara sosial dan keamanan. Sungguh mengerikan jika sekolah justru dijadikan kamp pencucian otak dan penanaman ideologi terorisme yang bercirikan keras, intoleran dan rigid. Terlebih dengan massifnya pencitraan pihak lembaga pendidikan akan pendidikan agamis lantas menyerap anak-anak para pemimpin daerah guna menitipkan dan mensekolahkan generasi penerus mereka di sana. Dalam hal ini laporan dan partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan di dalam turut mengawasi gejala sosial dan temuan komonitas kontroversial atau radikal di lingkungannya masing-masing.
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.