Jadi begini, dalam pandangan para pembelajar dunia hukum Islam (fikih), konsep alam kesadaran tentu suatu hal yang tidak akrab menjadi pembahasan. Bahkan bagi seorang salik sekalipun, masih banyak yang belum 'sampai' pada pembelajaran pada bab-bab atau bilik-bilik pemahaman tertentu. Mengingat sifat keilmuan yang sedemikian personal, pemahaman bilik-bilik alam ruhani ini membuatnya tidak terjangkau oleh sembarang para penempuh (salik).
Roh, atau ruh adalah istilah umum bagi daya hidup pada suatu makhluk hidup, manusia misalnya. Dalam tradisi intelektual Arabia, roh dapat diperluas pembahasannya dengan sejumlah diksi yang berbeda seperti: qolbun (hati), fuad (sanubari) dan lathifatur robbaniyyah atau ruhul amri. Katagori ruhul amri atau ruh tamyiz ini yang kemudian oleh para 'arifin disebut-sebut menjadi pembeda antara manusia dengan kalangan jin, syaithan maupun malaikat.
Ruh itu jenis zat hidup pasif. Ia yang selama ini menjadi sumber daya ekspresi dari rasa senang, bahagia, sedih, rindu, benci dan marah. Namun, jika zat hidup ini mulai berinisiasi; berkehendak, berniat atau bergerak akan sesuatu, maka itu yang disebut dengan nafsu. Sedangkan ketika zat hidup itu melalukan tafakkur, mengkaji, menganalisa dan memikirkan sesuatu, maka ia disebut dengan akal. Ketiga pembagian besar itu merupakan spektrum zat hidup manusia yang secara sederhana disebut sebagai roh atau nyawa.
ÙˆَÙŠَسْÙ€َٔÙ„ُÙˆْÙ†َÙƒَ عَÙ†ِ الرُّÙˆْØِۗ Ù‚ُÙ„ِ الرُّÙˆْØُ Ù…ِÙ†ْ اَÙ…ْرِ رَبِّÙŠْ ÙˆَÙ…َآ اُÙˆْتِÙŠْتُÙ…ْ Ù…ِّÙ†َ الْعِÙ„ْÙ…ِ اِÙ„َّا Ù‚َÙ„ِÙŠْÙ„ًاDan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit” Q.S Al-Israa': 85
Ya, soal ruh adalah mutlak prerogratif Allah SWT. Namun dalam ayat di atas, tak bisa dibantah, bahwa kita diberi kesempatan untuk mengkajinya seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya tentang ruh. Namun demikian, apapun pencapaian manusia tentang ruh, itu sama sekali tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan samudera ke-Maha MengetahuiNya Allah azza wa jalla.
Imam Malik misalnya, beliau berijtihad bila bentuk ruh itu menyerupai bentuk jasad dimana ruh tersebut tinggal. Dalam renungan saya, jasad yang mengalami disfungsi semacam strooke misalnya, pun akan berpengaruh terhadap disfungsi ruh. Ini bisa dibuktikan dengan mati rasanya jasad yang mengalami kerusakan. Artinya, jasad dapat berpengaruh terhadap ruh. Dan sebaliknya, ruh juga berpengaruh terhadap jasad. Hingga sesorang kemudian meninggal dunia, maka dua elemen jasad dan ruh ini akan kembali dengan urusan mereka masing-masing.
Dalam kitab Durrotun Nashihin bab bayani 'alamil mauti, disebutkan terdapat tiga klasifikasi zat hidup manusia atau ruh: pertama, sulthoniyyah; kedua, ruhaniyyah; ketiga, jasmaniyyah. Sementara, fase kehidupan manusia itu sendiri berpengaruh pada tipologi dan tingkat ruh yang mengekspresikan jiwa tersebut, seperti: ruh nabati, ruh jamadi, ruh wajdi, ruh hayati, ruh hayawani, ruh nafsani, ruh insani, ruh nurani, ruh rahmani, ruh jamali, ruh kulli, ruh ma'nawiyyah, ruh robbani, ruh illahi, ruhul arwah. Nah semua katagorisasi ruh tersebut di bawah otorisasi ruhul qutb yang disebut dengan istilah ruh idhofi atau 'ulwi.
Lantas, apakah nama seseorang sama dengan nama-nama ruhnya, atau berbeda? Misal, kamu yang diberi nama oleh orang tuamu Aundrey Aprilia apakah mungkin nama ruhnya berbeda, misal Michael Jackson atau Begawan Dasamuka. Bisa jadi! Alahembuh.
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.