Bulan Sya'ban telah tiba! Ramadhan di depan mata. Bagi masyarakat Nusantara, mereka memiliki kenangan tersendiri di dalam alam bawah sadar mereka tentang Sya'ban. Jika bulan Sya'ban tiba, itu artinya saatnya mengenang secara khusus arwah para leluhur mereka dengan cara Ruwahan. Istilah Ruwahan, berasal dari kata arwah. Diksi ini kemudian diserap oleh para Wali menjadi Ruwah, acara peringatannya disebut dengan Ruwahan.
Para prakteknya, istilah Ruwahan juga dimaknai sebagai Nyadran. Kata ini berasal dari bahasa Sansekerta sraddha, artinya keyakinan. Dahulu kala, pergeseran agama Kapitayan, Hindu, Buddha ke dalam ajaran Islam, nyadran dilakukan sebagai puncak kebaktian yang yang sakral kepada arwah leluhur dengan sejumlah upacara.
Setelah para wali datang, mereka tidak serta-merta merubah keyakinan secara frontal, namun perlahan dan disesuaikan dengan daya intelektual masyarakat pada waktu itu. Metode ini sangat sesuai dengan pola Islamisasi yang dilakukan oleh Baginda Rasulullah SAW. Nyadran sendiri merupakan bentuk akulturasi dakwah tauhid yang semula pra-Islam memuja arwah leluhur ke arah konsep ziarah kubur dalam ajaran Islam.
Dalam rangka nyadran, masyarakat lazimnya melakukan gerakan kebersihan di lingkungan pemakaman dan mendoakan ahli kubur yang dimakamkan di sana. Tradisi nyadran juga menjadi kesempatan edukasi dari para orang tua untuk memperkenalkan lokasi makam leluhur mereka kepada generasi penerusnya.
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.