Di antara upaya-upaya underbow Nahdlatul Ulama mewarnai kehidupan masyarakat ialah dengan kegiatan-kegiatan keagamaan. Hampir sepuluh tahun, Gerakan Pemuda Ansor misalnya, juga Fatayat NU membangun kesadaran keagamaan dan kebangsaan. Hasilnya, kini telah terlihat. Geliat ini, belakangan terlihat diikuti semaraknya pengorganisasian Nahdlatul Ulama di tingkat ranting dan majelis wakil cabang atau setingkat kecamatan. Bisa dibilang, urusan penguatan akidah dan kebangsaan berhasil digiatkan secara masif hingga ke luar Jawa.
Keberhasilan gerakan ideologis NU di atas, sontak menarik perhatian ormas-ormas Islam lainnya. Namun demikian, perbedaan platform pendirian kelembagaan menjadi problem tersendiri guna mengejar geliat penguatan organisasi yang dilakukan oleh underbow Nahdlatul Ulama. Sejumlah latarbelakang memang tidak bisa dipungkiri.
Pertama, mayoritas masyarakat Indonesia adalah penganut Islam Ahlussunnah wal Jama'ah Syafi'iyyah Asy'ariyyah. Kedua, NU tumbuh bersama bangsa Indonesia. Tak dapat dibantah bahwa NU dengan peran para Kiainya, merupakan investor terbesar dalam upaya-upaya kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan penyelamatannya dari sejumlah pemberontakan politik dalam kesejarahan Indonesia. Ketiga, karakter pasif Kiai NU dalam konstetasi politik era kemerdekaan dipandang sebagai kawan oleh setiap faksi politik di negeri ini. Alhasil, realitas ini meneguhkan eksistensi penguatan-penguatan basis NU tanpa adanya gangguan yang berarti.
Di masa pandemi. Jaringan Nahdlatul Ulama juga tak lepas dari perhatian pemerintah sebagai lokomotif penggerak melalui fatwa para pimpinannya. Tak dapat dibayangkan jika saat itu, para Ulama NU bersikap resisten terhadap 'program dunia' tentang vaksinasi. Meski para Kiai itu mengerti akan konspirasi global sebagai kelanjutan perang dingin Eropa-Chinna, mereka lebih memilih menempuh kerusakan yang lebih sedikit ketimbang bersikap keras yang menyebabkan kehancuran sendi-sendi kebangsaan melalui konspirasi global. Suatu hal yang terjadi pada negara-negara yang kini berstatus 'negara gagal' akibat bersikap jumawa dan keras kepala pada pendudukan Eropa.
Pasca pandemi, masyarakat mengalami tata dunia baru. Hal ini dapat dilihat dari perilaku sosial, ekonomi dan cara pandang beragama. Agenda G20 yang digaungkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia tak terbantahkan merupakan insiprasi rahmah dari organisasi Islam Nahdlatul Ulama. Para kiai melihat, selama ini dunia Islam khususnya di Timur Tengah menjadi korban oleh pemahaman mereka sendiri terhadap nilai Islam, persatuan, kemandirian dan nilai-nilai kebangsaan. Isu strategis ini telah terbaca oleh kiai-kiai NU semenjak lama. Itulah mengapa pengkaderan pada dasawarsa terakhir menjadi pemandangan yang marak se-antero Nusantara.
Dan yang menarik untuk dianalisa adalah seberapa jauh warga NU dan umat Islam di Indonesia mampu mengimbangi gerakan-gerakan kebangsaan dan keagamaan NU. Di sisi lain, problem-problem laten seperti supremasi hukum, korupsi dan masih tersisanya gelombang agen-agen Eropa untuk menggangu stabilitas keamanan nasional dengan aneka isu sektarian masih sering terdengar bahkan melimpah menjadi agenda perlawanan terhadap negaranya sendiri. Bisa jadi, perjuang para kiai NU memang belum benar-benar usai hingga hari ini.
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.