Ekosistem pesantren menjadi kawasan yang belum terjamah sejumlah kebijakan otoritas. Soal kedaulatan pangan misalnya. Hingga hari ini sebahagian besar pesantren masih kewalahan berbagi siasat di antara tugas utamanya membimbing generasi muda dalam menguasai nilai-nilai agama. Oleh sejumlah riset, kondisi ini membelah pesantren ke dalam beberapa katagorisasi. Faktanya, alih-alih berfokus pada tarbiyah, banyak pondok pesantren yang sebenarnya memang belum cukup mampu membaca potensi ekonomi diri.
Lantas, apa benar ketidakberdayaan ekonomi pondok pesantren itu sistemik? Atau, hanya soal mentalitas yang belum terbangun oleh para pegiatnya. Dugaan sistemik itu tentu bukannya tanpa alasan. Kebijakan yang tidak berpihak, atau setidaknya menyentuh dunia pesantren merupakan titik mula tersingkirnya alam sejahtera santri dari pembagian kue-kue pembangunan. Hal ini pula, kiranya, yang menyebabkan sebahagian kalangan pesantren mengambil jarak yang cukup, di kemudian hari, dengan simpul-simpul politik dan pemerintahan di banyak tempat.
Meski demikian, anggapan para praktisi pesantren di atas, sebenarnya tidak sepenuhnya benar. Jika diamati, sebenarnya tidak ada dikotomi tegas yang menepikan dunia pesantren dari para pelaku industri dan jangkauan birokrasi. Ratifikasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pesantren dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren menegaskan akan kehadiran negara dalam dunia pondok pesantren.
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.