Masa muda selayaknya memang harus diisi dengan hal-hal yang berguna. Kegiatan positif, setidaknya di zaman ini, bukanlah suatu hal yang mudah. Lingkungan pemuda yang terkepung oleh hal-hal yang merusak sangat mudah temui hampir di setiap komunitas kaum muda. Mendem sak dalan-dalan, perzinaan, apatisme, krisis keteladanan para orang tua, provokasi media tentang konsep kebebasan ekspresi tak terbataskan bagi muda-mudi. Kehancuran bangsa sudah masuk pada fase pertama, disorientasi pemuda pada sangkan paran dumadi, dumadi sangkan paran mereka. Dan idealnya, pengetasan moralitas pemuda ini harus segera digagas oleh para Ulama lalu bersambung kepada para Umara (pemerintah) dan aneka organisasi variannya.
Gejala zaman di atas (setidaknya) yang berusaha, meski menurutku dengan separuh nafas, sedang diupayakan oleh Komite Nasional Pemuda Indonesia Kabupaten Banyumas. Wujudnya, salah satunya adalah penyelenggaraan saresehan budaya yang bertajuk "Membedah Seni Tradisional Ebeg Banyumas" beberapa waktu lalu. Pada kegiatan 'langka' KNPI Banyumas itu saya sendiri didapuk untuk menjadi moderator saresehan. Suatu tugas yang saya rasakan sendiri tidak lebih sebagai juru damai antara diametral pemikiran Prof. Sugeng Supriyadi (sejarahwan) vis a vis Kyai Ahmad Tohari (budayawan).
Kerinduan kegiatan pada suatu aktivitas yang sehat dan produktif dari kalangan pemuda tentu tidaklah terbantahkan. Meski hal itu sekedar (sekedar ?) sebuah seminar sederhana. Namun setidaknya, para pemerhati dan pelaku aktivitas muda dalam arena ilmiah itu akan merasa eksis dan diperhatikan oleh para stakeholder setempat. Tidak merasa disia-siakan, atau bahkan dimanfaatkan, bukan?
Kembaran, 20 Oktober 2013.
Lokasi: Kantor Wakil Bupati Banyumas. Fotografer: Doel Lathif.
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.