Skip to main content

Sejarah Desa Kalilandak Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara


Desa Kalilandak merupakan salah satu dari delapan desa di Kecamatan Purwareja Klampok, Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah. Desa-desa tersebut antara lain: Desa Sirkandi, Desa Kalimandi, Desa Kaliwinasuh, Desa Kecitran, Desa Klampok, Desa Pagak dan Desa Purwareja. Purwareja Klampok sendiri terdiri dari tiga suku kata: purwa, reja dan klampok. Purwa bermakna hutan belantara, reja bermakna makmur dan klampok berarti onggokan padi yang telah disabit, berasal dari kata lampok yang mendapat prefiks ke-.

Satuan administratif pedesaan di lingkup Kecamatan Purwareja Klampok merupakan sisa peradaban besar Kadipaten Wirasaba pada era Majapahit. Lokasinya yang berhadapan langsung dengan Pabrik Gula Suikerfabriek Klampok dan tangsi Belanda. Dan kawasan ini memiliki banyak kisah bersejarah yang hingga kini tidak terungkapkan kepada masyarakat luas. Padahal, cikal bakal kawasan ini telah ada jauh sebelum pembentukan Mataram Islam, yaitu pada era Demak, bahkan Majapahit kuna.

Pada era kolonial Belanda dan Jepang, Desa Kalilandak merupakan kawasan strategis yang berada dalam lingkup pusat administratif. Kawasan desa ini, pada masa gerilya, merupakan titik transit para pejuang kemerdekaan dari kawasan perbukitan Dieng sebelum melakukan serangan ke tangsi dan pemukiman penjajah di area pabrik.

Secara filologis, penamaan Desa Kalilandak sendiri dipahami secara sederhana oleh para kamitua, berasal dari dua kata Kali dan Landak. Kali bermakna Sungai, dan Landak adalah nama hewan berbulu tajam. Disebutkan, hewan ini banyak ditemukan di liang-liang tanah pada bantaran sungai yang membelah desa tersebut.

Makam Keramat Mbah Tunggul Wulung
Secara aspek ketokohan, Desa Kalilandak tidak lepas dari keberadaan Mbah Tunggul Wulung. Makamnya sangat dikeramatkan, hal ini ditandai dengan tumbuhnya pohon Nagasari di dekat makam. Keberadaan pohon tua ini, oleh para sejarahwan dijadikan penanda bahwa makam tersebut merupakan tokoh yang sangat dihormati pada zamannya. Sayangnya, sengkalan ini kurang mendapatkan kesadaran dan perawatan yang memadai dari masyarakat sekitar. Padahal, bagi yang paham, keberadaan pohon ini merupakan isyarat bahwa yang dimakamkan tersebut adalah seorang yang alim dan auliyaullah. Hal lainnya adalah posisi makam tersebut yang berada pada gumuk atau bukit kecil dalam lanskap desa, suatu penanda lain posisi mulia beliau di tengah-tengah masyarakatnya.

Tunggul Wulung, dalam perspektif era Mataram sendiri merupakan nama bagi kesatuan pasukan elit Mataram. Para senapati yang ditugaskan di dalam menjaga teritorialnya sekaligus merupakan pemimpin agama dan spiritual bagi pasukan serta masyarakatnya.


Comments

Post a Comment

Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.

Popular posts from this blog