1) Leluhur habib melihat sejarah keluarga Al Ahdal yang disebut dalam kitab “Al Suluk” karya Al Jandi (w.732 H.).
Al-Ahdal:
وَأَمَّا ٱلْأَهْدَلُ فَهُوَ بِهَاءِ سَاكِنَةٍ بَعْدَ أَلِفٍ وَلَامٍ وَهَاءِ بَعْدَهَا دَالٌ مُهْمَلَةٌ مَفْتُوحَةٌ ثُمَّ لَامٌ سَاكِنَةٌ كَانَ كَبِيرَ ٱلْقَدْرِ شَهِيرَ ٱلذِّكْرِ يُقَالُ أَنَّ جَدَّهُ مُحَمَّدٌ قَدِمَ مِنْ بَلَدِ ٱلْعِرَاقِ إِلَى ٱلْيَمَنِ وَهُوَ شَرِيفٌ حُسَيْنِيٌّ قَدِمَ عَلَى قَدَمِ ٱلتَّصَوُّفِ وَسَكَنَ أَجْوَالَ ٱلسَّوْدَاءِ مِنْ وَادِي سِهَامٍ
“Dan adapun Al-Ahdal, maka ia (dibaca) dengan “ha” yang sukun setelah “‘Alif”, “lam” dan “ha”. Setelah “ ha” itu ada hurup “dal” yang di”fatahkan” yang tanpa titik, kemudian ada “lam” yang sukun. Ia seorang yang berkedudukan tinggi yang popular. Disebutkan bahwa kakeknya datang dari Irak ke negeri Yaman, ia seorang “Syarif Husaini”. Ia datang dengan tapak tasawuf, ia menempati “Ajwal al-Sauda’ dari lembah Siham.” (Al-Jandi, Al-Suluk fi Thabaqat al-Ulama wa al-Muluk, Juz 2, h. 360)
2) Dalam kitab tersebut leluhur keluarga Al Ahdal yang bernama Muhammad (bin Sulaiman) disebut sebagai seorang “Syarif Husaini” yang berhijrah dari Irak. Lalu ulama Ba’alwi mengaku bahwa leluhurnya Ahmad bin Isa ikut berhijrah bersama Muhammad bin Sulaiman itu sebagai seorang sepupu (satu kakek). Pengakuan itu disambut oleh keturunan Muhammad Al Ahdal yang ada di abad sembilan yang bernama Husain al-Ahdal (w.855 H.) dalam kitabnya “Tuhfat al-Zaman” ia mengatakan:
وَحُكِيَ لَنَا عَنْ بَعْضِهِمْ أَنَّ مُحَمَّدًا ٱلْمَذْكُورَ خَرَجَ هُوَ وَأَخٌ لَهُ وَٱبْنُ عَمٍّ فَعَمَدَ أَخُوهُ وَٱبْنُ عَمِّهِ إِلَى ٱلشَّرْقِ فَذُرِّيَّتُهُ ٱلْ بَا عَلَوِيِّ فِي حَضْرَمَوْتَ
“Diceritakan kepada kami dari sebagian orang, bahwa Muhammad (bin Sulaiman) tersebut keluar (berhijrah) bersama saudara laki-laki dan saudara sepupunya. Kemudian saudara laki-laki dan saudara sepupunya itu menuju timur. Maka keturunan dari saudara sepupunya itu adalah keluarga Ba’alwi di Hadramaut” (Husain al-Ahdal, Tuhfat al-Zaman, Juz 2, h. 23)
3) Ketika keluarga Al Ahdal dan Ba’alwi ini satu kakek, berarti silsilahnya harusnya bertemu di kakek pertama. Kita lihat silsilah keluarga Al Ahdal dalam kitab Al-Ahsab al-’Aliyyah fi al-Ansab al-Ahdaliyyah karya Abu Bakar bin Abil Qasim bin Ahmad al-Ahdal (w. 1035 H.) ia mengatakan:
وَأَمَّا نَسَبُهُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَهُوَ عَلِيُّ ٱلْأَهْدَلِ بْنُ عُمَرَ بْنِ مُحَمَّدٍ بْنِ سُلَيْمَانَ بْنِ عُبَيْدٍ بْنِ عِيسَىٰ بْنِ عَلَوِيِّ بْنِ مُحَمَّدٍ بْنِ حِمْحَامَ بْنِ عَوْنٍ بْنِ مُوسَىٰ ٱلْكَاظِمِ بْنِ جَعْفَرِ ٱلصَّادِقِ بْنِ مُحَمَّدٍ ٱلْبَاقِرِ بْنِ عَلِيِّ زَيْنِ ٱلْعَابِدِينَ بْنِ ٱلْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِينَ هَذَا نَسَبُهُ
“Dan adapun nasabnya, radiallahu ‘anhu, adalah: ‘Ali al-Ahdal bin Umar bin Muhammad bin Sulaiman bin Ubaid bin ‘Isa bin Alwi bin Muhammad bin Himham bin ‘Aon bin Musa al-kadim bin Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin ‘Ali Zainal ‘Abidin bin al-Husain bin ‘Ali bin Abi Talib, Ridwanallahu ‘alaihim ajma’in”. (Abu Bakar bin Abil Qasim bin Ahmad al-Ahdal, Al-Ahsab al-‘Aliyyah fi al-Ansab al-Ahdaliyyah, h. 4)
Silsilah keduanya mirip, tetapi susunannya berbeda. Jika keluarga Ba’alwi adalah: Alwi bin Ubed bin Ahmad bin Isa, maka keluarga Al Ahdal adalah: Muhammad bin Sulaiman bin ubed bin Isa bin Alwi. jelas keduanya pada mulanya merasa satu keturunan, namun akhirnya mencari jalan sendiri-sendiri. Seharusnya, jika Ba’alwi ini tidak mencari jalan lain maka silsilahnya adalah: Ahmad bin Isa bin Ubed bin Alwi bin Muhammad bin Himham dst. Ini membuktikan bahwa nasab Ba’alwi ini nasab “rakitan” yang kacau. Yang aneh lagi, dua orang yang berhijrah itu (Ahmad bin Isa dan Muhammad bin Sulaiman) ternyata hidupnya tidak satu masa. Ahmad bin Isa wafat tahun 345 H, sementara Muhammad bin Sulaiman wafat tahun 540 H. (Nail al-Hasanain, 121).
Keluraga Al Ahdal sendiri tertolak sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW karena Musa al Kadzim tidak mempunyai anak bernama Aon.
4) Setelah gagal mencantol nasab Al Ahdal, keluarga habib Ba’alwi berpindah jalur ke nasab Syarif Abul Jadid yang mereka temukan juga di kitab Al Suluk. Dalam kitab Al Suluk itu disebutkan:
وَأَحْبَبْتُ أَنْ أُلْحِقَ بِهِمِ ٱلَّذِينَ وَرَدُوهَا وَدَرَسُوا فِيهَا، وَهُمْ جَمَاعَةٌ مِنَ ٱلطَّبَقَةِ ٱلْأُولَىٰ، مِنْهُمْ أَبُو ٱلْحَسَنِ عَلِيُّ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ أَحْمَدَ بْنِ حَدِيدٍ بْنِ عَلِيِّ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ حَدِيدٍ بْنِ عَبْدِ ٱللَّهِ بْنِ أَحْمَدَ بْنِ عِيسَىٰ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ جَعْفَرَ ٱلصَّادِقِ بْنِ مُحَمَّدِ ٱلْبَاقِرِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ زَيْنِ ٱلْعَابِدِينَ بْنِ ٱلْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ كَرَّمَ ٱللَّهُ وَجْهَهُ، وَيُعْرَفُ بِٱلشَّرِيفِ أَبِي ٱلْحَدِيدِ عِنْدَ أَهْلِ ٱلْيَمَنِ. أَصْلُهُ مِنْ حَضْرَمَوْتَ، مِنْ أَشْرَافِ هُنَاكَ يُعْرَفُونَ بِآلِ أَبِي عَلَوِيٍّ، بَيْتِ صَلَاحٍ وَعِبَادَةٍ عَلَىٰ طَرِيقِ ٱلتَّصَوُّفِ، وَفِيهِمْ فُقَهَاءُ، يَأْتِي ذِكْرُ مَنِ ٱتَّحَقَّقَ إِنْ شَاءَ ٱللَّهُ تَعَالَىٰ مَعَ أَهْلِ بَلَدِهِ.
“Dan aku ingin memberikan susulan nama-nama orang-orang yang datang ke Ta’iz dan belajar di sana. Mereka adalah jama’ah dari tingkatan pertama. sebagian dari mereka adalah Abu al-Hasan, ‘Ali, bin Muhammad bin Ahmad bin Hadid (Jadid, dua riwayat manuskrip) bin ‘Ali bin bin Muhammad bin Jadid bin Abdullah bin Ahmad bin ‘Isa bin Muhammad bin ‘Ali bin Ja’far al-Sadiq bin Muhammad al-Baqir bin ‘Ali bin Zainal Abdidin bin al-Husain bin ‘Ali bin Abi Tholib karramallahu wajhah, dan dikenal dengan nama Syarif Abul Jadid menurut penduduk Yaman. Asalnya dari Hadramaut dari para syarif di sana yang dikenal dengan Al Abi Alwi, yang merupakan rumah kesalihan dan ibadah dalam tarikat tasawwuf. Termasuk didalamnya para ahli fikih yang akan datang penyebutan mereka yang aku ketahui dengan benar, insya Allah Ta’ala, bersama ahli negerinya.” (Al Suluk Juz 2 h. 135-136)
Dari redaksi itu Ali al Sakran (w. 895 H.) mengatakan bahwa Jadid itu saudara leluhurnya yang bernama Alwi dan Abdullah itu adalah Ubed. Pengakuan itu tanpa ada satu sumber sejarahpun di masa Jadid itu yang mengatakan bahwa Jadid punya saudara bernama Alwi. Ali al Sakran mengatakan:
وَقَدْ فَهِمْتُ مِمَّا تَقَدَّمَ اوَلًا مَنْقُولًا مِنْ تَارِيخِ الْجُنْدِيِّ وَتَلْخِيصِ الْعَوَاجِي وَسَبَقَ بِهِ الْكَلَامُ فِي تَرْجَمَةِ الِامَامِ ابِي الْحَسَنِ عَلِيِّ بْنِ مُحَمَّدِ ابْنِ أَحْمَدَ جَدِيدٍ انْهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ احْمَدَ بْنِ عِيسَى
“Dan aku memahami dari keterangan yang telah lewat, untuk pertama kali, berdasar apa yang terdapat dari Tarikh al-Janadi (kitab al-Suluk) dan kitab Talkhis al-Awaji, dan telah disebutkan pembicaraan tentangnya, dalam menerangkan biografi sosok al-Imam Abu al Hasan, ‘Ali bin Muhammad bin Ahmad Jadid, bahwa Ubaid itu adalah Abdullah bin Ahmad bin ‘Isa. (Al Burqot, h. 150)
Jadi awalnya keluarga habib mengaku bersilsilah kepada Ahmad bin Isa itu adalah karena melihat silsilah Syarif abul Jadid yang ada dikitab Al Suluk lalu menyatakan bahwa leluhurnya adalah saudara dari Jadid tanpa referensi penguat apapun.
5) Sayangnya pencangkokan silsilah ke Jadid bin Abdullah itu tidak sukses, karena ternyata dalam manuskrip Al Suluk yang lebih tua nama Abdullah itu tidak ada. silsilah Ba’alwi hari ini yang diambil dari silsilah Syarif Abil Jadid adalah merupakan versi kitab Al-Suluk yang dicetak berdasarkan manuskrip Mesir tahun 877 H. Sedangkan dalam manuskrip Paris yang disalin 820 H. bahwa Jadid bukan anak Abdullah bin Ahmad, tetapi ia adalah anak langsung dari Ahmad. Teori ‘Ali al-Sakran bahwa Ubaid yang tercatat dalam versi Bani Ahdal adalah nama lain dari Abdullah, tertolak mentah-mentah.
6) Para pembela Ba’alwi berusaha mendatangkan sanad sanad yang katanya ditulis pada abad ke enam Hijriah, tetapi jelas sanad-sanad itu adalah sanad palsu. Nama-nama keluarga habib sampai abad ke-8 tidak tercatat sebagai ulama apalagi ulama hadits, bagaimana bisa mereka meriwayatkan hadits?
Analisis terhadap data yang ada menunjukkan beberapa poin penting:
Ketidaksesuaian Genealogi
- Keluarga Al-Ahdal dan Ba'alawi mengklaim memiliki keterkaitan dari satu nenek moyang, namun struktur silsilah menunjukkan adanya ketidaksempurnaan dan perbedaan dalam susunan generasi.
- Waktu wafatnya Ahmad bin Isa (345 H) dan Muhammad bin Sulaiman (540 H) menunjukkan adanya perbedaan periode yang sangat signifikan, yang menimbulkan pertanyaan apakah mereka benar-benar sepupu.
Kelemahan dalam Sumber Sejarah
- Tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa Ahmad bin Isa benar-benar ikut berhijrah bersama Muhammad bin Sulaiman.
- Manuskrip tua dari Al-Suluk memiliki perbedaan dengan versi cetakan yang lebih baru, terutama dalam menyebutkan nama Abdullah bin Ahmad, yang memperlihatkan dugaan kuat interpolasi atau manipulasi.
Ketidakcocokan Nasab
- Jika benar Ba'alawi berasal dari keturunan yang sama dengan Al-Ahdal, maka silsilah mereka seharusnya memiliki kesinambungan yang lebih jelas, bukan versi yang berbeda.
- Adanya usaha mencocokkan nasab dengan Syarif Abul Jadid, yang dalam manuskrip Paris tidak memiliki nama Abdullah, memperlihatkan adanya upaya penyusunan ulang silsilah tanpa bukti konkret.
Sanad yang Dipertanyakan
- Upaya untuk mendatangkan sanad yang diklaim berasal dari abad ke-6 Hijriah terlihat kurang kredibel karena nama-nama keluarga Ba'alawi baru mulai dikenal sebagai ulama pada abad ke-8 Hijriah.
- Jika sanad ini benar adanya, seharusnya nama-nama mereka lebih banyak disebut dalam karya-karya sejarah yang lebih awal.
Kesimpulan
- Berdasarkan analisis sumber yang ada, klaim nasab Ba'alawi sebagai keturunan Rasulullah SAW menghadapi banyak permasalahan historiografis dan genealogis.
- Besar kemungkinan bahwa nasab tersebut telah direkonstruksi dalam kurun waktu tertentu untuk menyesuaikan dengan tuntutan sosial, politik dan spiritual pada masanya.
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.