Skip to main content

Rekonstruksi Sistem Zakat di Indonesia

Kesadaran menunaikan zakat masyarakat masih terbilang rendah. Fakta ini bisa dibuktikan dengan riset manapun, dengan random responden daerah manapun. Tentu, situasi ini seharusnya menjadi keresahan bagi setiap Kiai dan akademisi. Juga pemerintah, tentunya. Lantas, bagaimana sebaiknya yang harus dilakukan? Pertanyaan seperti ini adalah awal bagi semuanya. 

Strategis, Zakat adalah Rukun Islam
Sesuatu yang tak mungkin terelakkan bagi penganut ajaran Nabi Muhammad SAW adalah tunduk dan taslim  pada seluruh ketentuannya. Dalam hal ini, sebut saja rukun Islam. Dan sisi filantropi yang digadang-gadang mampu meringankan beban umat adalah zakat. Baik, zakat fitrah maupun zakat maal yang lebih progresif. 

Kemiskinan, bagaimanapun menjadi problem mengikuti perkembangan suatu peradaban. Agama Islam semenjak nubuwahnya memiliki konsen yang serius terkait problem kemiskinan ini. Sementara, optimalisasi zakat sempat terganggu dalam negeri-negeri Islam akibat terlalu lama di bawah kolonialisasi bangsa Eropa. Hal ini merupakan fakta sejarah, tak ada yang kuasa menampiknya. 

Premis di atas tak utuh rasanya jika belum mengungkap potensi zakat bagai pembangunan dan kemanusiaan. Dalam hal ini, bagaimanapun juga, diskursus zakat adalah domain pemerintah. Bukan ormas Islam. 

Sistem Zakat Nasional, Absurd? 
Upaya mengendalikan arus uang zakat maal, faktanya, telah dilakukan semenjak pra-kolonial. Dana zakat semenjak awal Kesultanan di Nusantara telah dialokasikan sebagai sokoguru keuangan negara. 

Sejarah mencatat, bagaimana Kesultanan Demak dan generasi setelahnya berkontribusi dalam program kontra-pendudukan oleh bangsa Kaukasia di sejumlah bandar pesisir utara Jawa. Inisiasi serupa pun tercatat atas Kesultanan Banten atas pendudukan Portugis, Spanyol dan Britania yang bersikeras membedah jalur Timur dari semenanjung Malaka. Artinya, zakat bahkan pernah diposisikan sebagai sumber pendanaan bagi pertahanan negara. Sayangnya, tak banyak sejarahwan atau ekonom yang mengungkapnya dalam narasi-narasi lembar ilmiah. 




Comments

Post a Comment

Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.

Popular posts from this blog