Banyak anggapan sumir bahwa ilmu akuntansi itu pertama kali muncul sebagai pengetahuan bermula dari daratan Eropa. Jelas anggapan itu tidak benar. Dalam hal ini, tentu kita tidak bisa melepaskan diri dari aspek kronik kesejarahan. Akademisi barat, ironinya, tidak pernah berbicara lebih jauh tentang aspek kesejarahan ilmu akuntansi sebagai akar keilmuan yang mereka kembangkan dan menjadi hegemoni hari ini, merupakan hasil jarahan pengetahuan dari perang salib. Padahal, saat dunia Islam di Timur Tengah semenjak masa nubuwwah Nabi Muhammad SAW sebagai titik mula keilmuan modern muncul, daratan Eropa masih diselimuti kebodohan dan kehidupan yang bar-barian (Dark Age). Lagi-lagi, konstelasi keilmuan ini justru diperburuk oleh akademisi Muslim yang malas meneliti, dan seenak perutnya membebek pendapat barat sebagai sumber dari berbagai jenis keilmuan modern.
Adnan dan Labatjo (2006) memandang, bahwa praktik akuntansi pada lembaga baitul maal di zaman Rasulullah SAW, baru berada pada tahap penyiapan personal yang menangani fungsi-fungsi lembaga keuangan negara. Pada masa tersebut, harta kekayaan yang diperoleh negara, langsung didistribusikan kepada orang-orang yang berhak. Dengan demikian, tidak terlalu diperlukan pelaporan atas penerimaan dan pengeluaran Baitulmaal, dan hal yang sama berlanjut pada masa pemertintahan Abu Bakar Sidik. Perkembangan pemerintahan Islam hingga meliputi hampir seluruh Timur Tengah, Afrika Utara dan Asia pada masa Khalifah Umar Bin Khattab, telah meningkatkan penerimaan negara secara signifikan. Sebagaimana Said 2004 dalam Trokic (2015) bahwa Pengenalan konsep dan prosedur akuntansi formal terjadi padamasa Khalifah Umar bin Al-Khattab, yang memerintah antara 634-644 SM. Kekayaan negara yang disimpan di Baitulmaal semakin besar. Para sahabat merekomendasikan perlunya pencatatan, untuk mempertanggungjawabkan penerimaan dan pengeluaran negara. Selanjutnya Khalifah Umar mendirikan unit khusus yang bernama Diwan (dari kata dawwana=tulisan), yang bertugas khusus membuat laporan keuangan Baitulmaal, sebagai bentuk akuntabilitas Khalifah, atas dana Baitulmaal yang menjadi tanggung jawabnya.
Evolusi perkembangan pengelolaan buku akuntansi, mencapai tingkat tertinggi pada masa Daulah Bani Umayyah, terutama pada masa kekhalifahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ambashe dan Alrawi (2013) menyatakan bahwa Akuntansi telah diklasifikasikan pada beberapa spesialisasi, antara lain akuntansi peternakan, akuantansi pertanian, akuntansi bendahara, akuantansi konstruksi, akuantansi mata uang, dan pemeriksaan buku atau auditing. Pada masa Bani Umayyah, sistem pembukuan telah menggunakan model buku besar, yang meliputi (Abdullah Said 2004):
- Jaridah Al-Kharaj (Receivable Subsidary Ledger) merupakan pembukuan pemerintah terhadap piutang pada individu atas zakat tanah, hasil pertanian, serta hewan ternak yang belum dibayar dan cicilan yang yang telah dibayar. Pituang dicatat di satu kolom dan cicilan pembayaran di kolom yang lain.
- Jaridah An-Nafaqaat (jurnal pengeluaran), merupakan pembukuan yang digunakan untuk mencatat pengeluaran negara.
- Jaridah Al-Maal (jurnal dana), merupakan pembukuan yang digunakan untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran dana zakat.
- Jaridah Al-Musadareen, merupakan pembukuan yang digunakan untuk mencatat penerimaan denda atau barang sitaan dari individu yang tidak sesuai syari‟ah, termasuk dari pejabat yang korup.
Adapun untuk pelaporan, telah dikembangkan berbagai laporan akuntansi, antara lain (Abdullah Said,2004):
- Al-Khitmah, menunjukkan total pendapatan dan pengeluaran yang dibuat setiap bulan.
- Al-Khitmah Al-Jameeah, yaitu laporan keuangan komprehensif yang berisikan gabungan antara laporan laba-rugi, dan neraca (pendapatan, pengeluaran, surplus dan defisit, belanja untuk asset lancar maupun aset tetap) yang dilaporkan di akhir tahun. Dalam perhitungan dan penerimaan zakat, utang zakat diklasifikasikan dalam laporan keuangan menjadi tiga kategori, yaitu collectable debts, doubtful debts, dan uncollectable debts.
Itulah sejarah perkembangan praktik akuntansi, dengan teknik tata buku berpasangan yang sebenarnya, di mana akuntansi sudah dikenal pada masa kejayaan Islam. Trokic (2015) menyatakan bahwa akuntansi telah dipraktekkan di tahap awal negara Islam, akan tetapi istilah akuntansi dan akuntan tidak dimunculkan. Tidak diketahui kapan tepatnya istilah ini mulai digunakan, bagaimanapun, mungkin istilah ini mulai hadir bertepatan dengan pengaruh kolonisasi dan pengenalan budaya Barat di abad ke-19. Artinya, peradaban Islam tidak mungkin tidak memiliki teknik pembukuan akuntansi. Permasalahannya adalah pemalsuan dan penghapusan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan pada masa peradaban Islam yang dilakukan oleh beberapa oknum di Barat, dan ketidakmampuan atau lebih tepatnya ketidakmauan umat Islam, untuk menggali khazanah ilmu pengetahuan dan teknologinya sendiri. (Nurhayati dan Wailah, 2011)
Perkembangan Pemikiran Di Era Modern
Secara lebih sederhana dan konkret, lahirnya paradigmaakuntansi syariah tidak terlepas dari faktor berkembangnya wacana ekonomi Islam yang sejak tiga dekade terakhir ini semakin marak. Nama-nama seperti M. Nejatullah Siddiqi, Umer Chapra, M. Mannan, Ahmad Khan, adalah nama-nama yang tidak asing lagi yang turut menyumbangkan pemikirannya dalam dunia ekonomi Islam.
Dunia Islam mulai menunjukkan geliat kehidupannya dari sudut jendela ilmu pengetahuan. Ismail Al-Faruqi, dengan islamisasi pengetahuannya seolah menggoyang tidur lelapnya umat Islam untuk bangun mengonstruksi ilmu pengetahuan berdasarkan jiwa tauhid. Instrument penyebar ide islamisasi ilmu pengetahuan ini telah didirikan di Herndon, Amerika Serikat, yang dikenal dengan nama International Institute of Islamic Thought (IIIT). Lembaga ini akhirnya menyebar ke beberapa negara Islam lainnya, seperti: Pakistan, Arab Saudi, Iran, Malaysia dan Indonesia.
Di Indonesia lembaga ini didirikan sebagai cabang yang independen dengan nama International Institute of Islamic Thought-Indonesia (IIIT-I) pada tahun 1999. Kajian tingkat Internasional tentang akuntansi dan bisnis dengan perspektif Islam sudah jauh berkembang. Perspective of accounting, commerce, and finance, telah melakukan kajian sejak tahun 1996 dengan konferensi pertamanya di Sidney. Konferensi ke dua di Yordania taahun 1998 dan yang ketiga di Jakarta pada tahun 1999. Dan yang ke empat tahun 2001 di Selandia Baru .
Setelah mempelajari dengan seksama mengenai sejarah dan pemikiran akuntansi syari‟ah, dapatlah kita mengambil sebuah kesimpulan, bahwa akuntansi bukanlah merupakan hal yang baru bagi dunia Islam. Akuntansi merupakan warisan ilmu pengetahuan dengan dasar AlQuran yang diaktualisasikan oleh Nabi MuhammadSAW dan puncak pelaksanaan pembukuan akuntansi pada masa Khalifah Umar Bin Khattab. Hal ini sudah mengisyaratkan bahwa akuntansi sudah lebih lama dikenal sebelum munculnya Luca Paciolli.
Kedatangan lembaga keuangan Islam,untuk membangun dan mereformasi akuntansi Islamdimana Perumusan akuntansi syari'ah harus mengingat prinsip-prinsip Islam dan karena itu prinsip, konsep, akuntansi, dan pelaporan keuangan harus konsisten dengan syari'ah. Akuntansi syariah filosofis-teoritis, menekankan pada pengembangan teori akuntansi syariah berdasarkan pada nilai-nilai filosofis Islam secara murni. Jika teori akuntansi syariah yang secara murni ini telah dibentuk, maka dari konsep teori ini diturunkan menjadi praktek yang diakomodasi dalam bentuk standar akuntansi syariah.dan pada kebutuhan praktis, diarahkan pada kebutuhan praktis dunia usaha dengan dasar nilai-nilai syariah yang mendalam.
Bahan bacaan:
Pada masa Bani Umayyah, sistem pembukuan telah menggunakan model buku besar, yang meliputi (Abdullah Said 2004):
ReplyDeleteJaridah Al-Kharaj (Receivable Subsidary Ledger) merupakan pembukuan pemerintah terhadap piutang pada individu atas zakat tanah, hasil pertanian, serta hewan ternak yang belum dibayar dan cicilan yang yang telah dibayar. Pituang dicatat di satu kolom dan cicilan pembayaran di kolom yang lain.
Jaridah An-Nafaqaat (jurnal pengeluaran), merupakan pembukuan yang digunakan untuk mencatat pengeluaran negara.
Jaridah Al-Maal (jurnal dana), merupakan pembukuan yang digunakan untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran dana zakat.
Jaridah Al-Musadareen, merupakan pembukuan yang digunakan untuk mencatat penerimaan denda atau barang sitaan dari individu yang tidak sesuai syari‟ah, termasuk dari pejabat yang korup.