Bahtera rumah tangga idealnya menjadi syurga bagi para penghuninya. Bukan hanya bagi suami, istri dan anak-anaknya. Namun juga bagi mertua, kolega dan tetangga. Namun apalah daya, kerap sekali harapan tak sesuai dengan kenyataan. Tak jarang disaksikan, keluarga justru bernuansa neraka. Faktor ekonomi, nafkah batin, kehadiran PIL atau WIL, ego sektoral hingga watak bawaan menjadi sesuatu yang muncul kemudian dan membawa bencana.
Dalam ulasan ini, dibahas tentang nusyuz, yaitu durhakanya istri terhadap suaminya. Derajat kedurhakaan di sini telah mencapai batasan yang tidak bisa lagi ditoleransi oleh syariat Islam. Apakah itu? Bagaimana sang suami harus menyikapinya? Silahkan baca artikel ini dengan sabar dan seksama.
وقوله تعالى : واعلموا أنما أموالكم وأولادكم فتنة
Allah SWT berfirman bahwasanya umat Islam harus mengetahui sesungguhnya harta-harta dan anak-anak mereka adalah ujian. Maksud ujian di sini adalah apakah kepemilikannya atas harta dan keluarga akan menambah ketakwaannya kepada Allah SWT, atau justru menjauhkan seorang kepala keluarga dari syariat Allah SWT.
Istri Menggerutu, Bahkan Memaki Tidak Serta Merta Nusyuz
Istilah durhaka kerap kali subjektif. Lantas bagaimana batasan Ulama tentang nusyuz? Nah ternyata, tidak sesederhana itu. Jika istri menggerutu atau bahkan memaki-maki suami karena suatu keadaan yang memaksanya berbuat demikian ternyata hal ini masih dima'fu. Hal ini sebagaimana penjelasan kitab Raudhatut Thalibin juz 3 halaman 75:
فرع : فيما تصير به ناشزة فمنه الخروج من المسكن والإمتناع من مساكنته ومنع الإستمتاع بحيث يحتاج في ردها الى الطاعة الى تعب ولا أثر لامتناع الدلال وليس من النشوز الشتم وبذاء اللسان لكنها تأثم بإيذائه وتستحق التأديب. روضة الطالبين ٣/٧٥
Dalam hal istri unjuk rasa sehingga ia meninggalkan rumah (minggat) dan menjauhkan diri dari tinggal bersama suaminya dan menolak bermesraan. Suami lantas menuntut ketaatan istri hingga kelelahan namun tidak ada tanda penolakan, maka itu bukanlah bentuk ketidaktaatan meskipun sampai menghina dan memaki, tapi istri tersebut tetap berdosa dan berhak untuk didisiplinkan meskipun dengan cara disakiti. Namun demikian sang istri tetap berhak mendapatkan nafkahnya dari sang suami.
Dalam kitab الموسوعة الفقهية الكويتية (40/ 289) disebutkan hal senada:
وَقَالُوا: إِنَّ شَتْمَ الْمَرْأَةِ زَوْجَهَا وَإِيذَاءَهَا لَهُ بِنَحْوِ لِسَانِهَا لاَ يَكُونُ نُشُوزًا، بَل تَأْثَمُ بِهِ وَتَسْتَحِقُّ التَّأْدِيبَ عَلَيْهِ.
Jika seorang wanita menghina suaminya dan menyakitinya dengan lidahnya, maka itu belumlah bisa dikatagorikan sebagai suatu tindakan ketidaktaatan, namun demikian ia tetap berdosa dan berhak untuk disanksi.
Lantas, sebenarnya nusyuz itu bagaimana? Syaikh Wahbah al-Zuhaili menuturkan sebagaimana berikut ini:
الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي (10/ 7364)4) ـ النشوز: هو معصية المرأة لزوجها فيما له عليها مما أوجبه له عقد الزواج. والنفقة تسقط بنشوز المرأة، ولو بمنع لمس بلا عذر بها، إلحاقاً لمقدمات الوطء بالوطء؛ لأن النفقة هي في مقابلة الاستمتاع، فإذا امتنعت فلا نفقة للناشز. وقال الحنفية: النفقة التي تسقط بالنشوز أو الموت هي النفقة المفروضة، لا المستدانة في الأصح.
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.