Orang-orang
yang rendah cita-citanya, yakni mereka yang enggan bermujahadah atau serius mengentaskan
nafsunya dari perilaku rendah. Ia tak peduli ke mana hawa nafsu menyeretnya. Ia
tak akan peduli apakah Allah mendekatkannya atau justru menjauhinya. Dan, sekalipun ia
tahu perintah dan laranganNya, ia tidak akan mematuhinya.
Maka, jika kita
telah mengetahui bagaimana kriteria orang-orang yang luhur cita-citanya, dan
orang-orang yang rendah cita-citanya. Maka kita akan dihadapkan pada salah satu
dari dua pilihan: kebaikan ataukah kebinasaan; keridhaan ataukan kemurkaan;
dekat kepada Allah atau jauh dariNya; bahagia ataukah celaka; syurga Na’im
ataukan neraka Jahim.
Dan jika
terbersit sesuatu di dalam hatimu, maka timbanglah dengan pertimbangan syari’at.
Jika berupa suatu hal yang diperintahkan, maka bersegeralah melakukannya, kerena
bersitan hati itu datang langsung dari Allah Sang Maha Pengasih. Jika kau khawatir
terlaksananya (bukan pelaksanaannya) perintah tersebut ditempeli sifat
terlarang (penyakit hati), maka tak ada dosa atasmu.
Butuhnya istighfar
(permohonan ampun) kita pada istighfar yang lain, tidak mengharuskan
kita meninggalkan istighfar. Dari sini. Imam As-Suhrawardi berkata: “Beramallah,
meski kau khawatir ‘ujub (membanggakan diri), sembari tetap ber-istighfar”.
إعمل وإن خفت العجب
مستغفرا – السّهرورديّ
Dan jika
(yang terbersit dalam hatimu) itu hal yang dilarang, maka hindarilah, karena
bisikan itu bersumber dari Syaithan. Jika kau berkeinginan melakukannya, maka
mohonlah ampunan kepada Allah. Haditsun nafsi (obrolan hati), selama tidak
diucapkan atau dilakukan (diekspresikan) dan keinginan, maka keduanya
diampuni.
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.