PENDAHULUAN
Pemerintah merupakan lembaga formal yang mewujudkan dan memberikan
pelayanan yang terbaik kepada semua rakyatnya. Pemerintah mempunyai segudang
kewajiban yang harus di pikul demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat, salah
satunya yaitu tanggung jawab terhadap perekonomian. Tanggung jawab dan tugas
pemerintah dalam perekonomian diantaranya mengawasi faktor utama penggerak
perekonomian. Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera pemerintah menggunakan
dua kebijakan yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, Dalam makalah ini
penulis lebih menekankan pada kebijakan fiskalnya, Karena fiskal mempunyai peran yang penting, Tujuan
dari kebijakan fiskal adalah untuk menciptakan stabilitas ekonomi, tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan pendapatan. Lebih
jelasnya pemakalah akan memaparkan sedikit tentang instrumen kebijakan fiskal
dalam konsep makro ekonomi.
A.
Pengertian
Kebijakan fiskal
Kebijakan fiskal atau yang sering
disebut sebagai “politik fiskal” (fiscal policy) bisa diartikan sebagai
tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara
dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Dalam kenyataan
menunjukan bahwa volume transaksi yang diadakan oleh pemerintah dikebanyakan
negara dari tahun ke tahun bertendensi untuk meningkat lebih cepat daripada
meningkatnya pendapatan nasional. Ini berarti bahwa peranan dari tindakan fiskal
pemerintah dalam turut menentukan tingkat pendapatan nasional menjadi lebih
besar. Untuk negara-negara yang sudah maju perekonomiannya,semakin besarnya
peranan tindakan fiskal pemerintah dalam mekanisme pembentukan tingkat
pedapatan nasional terutama dimaksudkan agar supaya pemerintah dapat lebih
mampu dalam mempengaruhi jalannya perekonomian. Dengan demikian diharapkan
bahwa dengan kebijakan fiskalnya, pemerintah dapat mengusahakan terhindarnya
perekonomian dari keadaan-keadaan yang tidak diinginkan seperti misalnya
keadaan di mana banyak pengangguran,inflasi, neraca pembayaran internasional
yang terus-menerus defisit, dan sebagainya.
Bagi negara-negara yang berkembang pemerintah pada umumnya menyadari
akan rendahnya investasi yang timbul atas inisiatif dari masyarakat sendiri. [1]
Seperti yang telah dikemukakan
bahwa kebijakan fiskal meliputi semua tindakan pemerintah yang bertujuan untuk
mempengaruhi jalannya perekonomian melalui anggaran belanja negara. Komponen
anggaran belenja terdiri dari penerimaan dan pengeluaran. Baik penerimaan dan
pengeluaran negara bentuknya bermacam-macam sekali. Kebijakan fiskal adalah
kebijakan yang diambil pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya dalam
merealisasikan tujuan-tujuan ekonomi. Adapun dalam Islam kebijakan fiskal dan
anggaran ini bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan
atas distribusi kekayaan berimbang dengan nilai-nilai material dan spiritual
pada tingkat yang sama. Akan tetapi dalam buku teori ekonomi makro lainnya,
transaksi-transaksi pemerintah kita golongkan dengan menggunakan penggolongan
dibawah ini:
a. Penerimaan yang
diasumsikan hanya terdiri dari hasil penerimaan pajak.
b.
Pengeluaran yang dilakukan pemerintah, lebih lenjut dapat
kita bedakan antara lain:
·
Pengeluaran konsumsi pemerintah yang biasa juga disebut ”government expenditure” atau disebut
juga ”government purchase”. Meliputi
semua pengeluaran pemerintah di mana pemerintah secara langsung menerima balas
jasanya dengan pengeluaran pemerintah untuk membayar gaji para pegawai negeri,
misalnya pemerintah langsung memperoleh balas jasa berupa prestasi kerja dari
pegawai-pegawai tersebut.
·
Pengeluaran pemerintah yang berupa ”government transfer”. Pengeluaran pemerintah tanpa balas jasa
inilah yang disebut government transefer atau ” transfer pemerintah” bisa ditandai dengan ” Tr”.
Dibawah ini beberapa contoh
bentuk transfer pemerintah antara lain sebagai berikut:
-
Sumbangan pemerintah yang diberiakan kepada kaula Negara
yang menderita sebagai akibat adanya bencana alam.
-
Sumbangan yang diberikan oleh pemarintah kepada para
penganggur.
-
Uang pensiun yang diterima oleh para pegawai Negeri yang
telah pensiun.
-
Subsidi yang diberikan oleh Pemerintah kepada
perusahaan-perusahaan.
2.
Tujuan kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam
Tujuan kebijakan ekonomi fiskal
dalam ekonomi islam berbeda dengan ekonomi konvensional, namun ada kesamaan
yaitu dari segi sama-sama menganalisis dan membuat kebijakan ekonomi. Tujuan
dari semua aktivitas ekonomi – bagi semua manusia – adalah untuk memaksimumkan
kesejahteraan hidup manusia, dan kebijakan publik adalah suatu alat untuk
mencapai tujuan tersebut. Pada sistem konvensional,
konsep kesejahteraan hidup adalah untuk mendapatkan keuntungan maksimum bagi
individu di dunia ini. Namun dalam Islam, konsep kesejahteraannya sangat luas,
meliputi kehidupan di dunia dan di akhirat serta peningkatan spiritual lebih
ditekankan daripada pemilikan material.[2]
Kebijakan fiskal dalam ekonomi kapitalis bertujuan untuk :
1.
Pengalokasian sumber daya secara efisien
2.
Pencapaian stabilitas ekonomi
3.
Mendorong pertumbuhan ekonomi
Sebagaimana ditunjukkan oleh
Faridi dan Salama (dua ekonom muslim) bahwa tujuan ini tetap sah diterapkan
dalam sistem ekonomi Islam walaupun penafsiran mereka akan menjadi berbeda.
Jadi Kebijakan fiskal merupakan salah satu dari piranti kebijakan ekonomi
makro.
Munculnya pemikiran tentang
kebijakan fiskal dilatarbelakangi oleh adanya kesadaran terhadap pengaruh
pengeluaran dan penerimaan pemerintah sehingga menimbulkan gagasan untuk dengan
sengaja mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah guna memperbaiki
kestabilan ekonomi.
{6}Teknik mengubah pengeluaran
dan penerimaan pemerintah inilah yang dikenal dengan kebijakan fiskal.
3. Pajak dan Zakat
Sebagai Instrumen Kebijakan Fiskal
Salah satu persoalan laten dalam konsep ekonomi Islam
adalah persoalan dualisme zakat dan pajak yang harus ditunaikan warga negara
yang Muslim. Hal ini telah mengundang perdebabatan yang berlarut-larut hampir
sepanjang sejarah Islam itu sendiri. Sebagian besar ulama fiqh memandang bahwa
zakat dan pajak adalah dua entitas yang berbeda dan tidak mungkin dipersatukan.
Menurut mereka, zakat adalah kewajiban spiritual seorang Muslim terhadap
Tuhannya, sedangkan pajak adalah kewajibannya terhadap negara.[3]
Kewajiban seorang
Muslim terhadap agama dan negaranya dapat terlaksana secara simultan. yang
diharapkan. Pada gilirannya, pengintegrasian itu perlu diwujudkan dalam
kebijakan fiskal negara.
Tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan bagaimana
landasan pengintegrasikan zakat ke dalam kebijakan fiskal. Hal ini membawa
kepada pertanyaan selanjutnya yaitu bagaimana pengaruh teori-teori tentang
kebijakan fiskal terhadap hukum zakat. Pembahasan ini menjadi penting karena
kebanyakan penulisan tentang zakat selalu dihadapkan secara diametral dengan
pajak sehingga persoalan dikotomi zakat dan pajak terus berlarut-larut.
Sementara bagi yang telah mencoba mengintegrasikannya, belum mencoba melihat
zakat dalam kerangka teori kebijakan fiskal dan melihat pengaruh-pengaruh yang
ditimbulkannya terhadap hukum zakat dan mendiskusikan bagaimana
perubahan-perubahan tersebut menjadi mungkin. Halaman-halaman berikut akan
mendiskusikan kedudukan zakat jika diadopsi sebagai salah satu instrumen dalam
kebijakan fiskal, terutama pengaruhnya terhadap hukum (fiqh) zakat. Terlebih
dahulu akan dibahas sekilas mengenai kebijakan fiskal dan kedudukan pajak di
dalamnya.
Contoh menjalankan instrumen kebijakan fiskal, yaitu antara lain :
1.
Operasi
Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara
mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga
pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar,
pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah
uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga
pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya
adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau
singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan
jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank
umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke
bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan
tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi
membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve
Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur
jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang
harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah
menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar,
pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter
untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku
ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati
dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau
agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang
beredar pada perekonomian.
B.
Risiko Fiskal dan Transparansi Anggaran Daerah
Dalam Nota Keuangan
dan RAPBN 2008 Pemerintah memasukkan risiko fiskal (fiscal risk) sebagai
isu yang cukup penting untuk dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan
penerimaan dan pengeluaran negara. Hal ini merupakan langkah bagus, meskipun
sudah agak terlambat karena negara-negara lain sudah menerapkan beberapa tahun
lebih awal.
Di dalam Kerangka
Konseptual Pengungkapan Risiko Fiskal dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2008, Badan
Kebijakan Fiskal (2007) menyatakan bahwa risiko fiskal dapat diartikan sebagai
peristiwa-peristiwa tertentu yang dapat mempengaruhi posisi fiskal Pemerintah.
Pada prinsipnya
risiko fiskal dapat diartikan sebagai ketidakpastian di masa depan yang dapat
mempengaruhi pelaksanaan kebijakan fiskal yang telah dibuat sebelumnya. Dalam
praktik pengelolaan keuangan pemerintah di Indonesia, setelah tahun anggaran
berjalan melampaui satu semester, dilakukan perubahan anggaran atau rebudgeting
sebagai respon terhadap tidak terpenuhinya asumsi-asumsi yang ditetapkan
sebelumnya.
Perubahan anggaran,
baik pada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, merupakan konsekuensi dari
risiko fiskal yang melekat (inherent) dalam peramalan pendapatan (revenues)
dan belanja (expenditures). Namun, tidak berarti setelah dilakukan
perubahan anggaran risiko fiskal tidak terjadi selama sisa tahun anggaran
berjalan. Hal ini dapat dilihat dalam laporan atas pelaksanaan anggaran yang
dibuat setelah tahun anggaran berakhir. Di pemerintah daerah laporan ini
disebut Laporan Realisasi Anggaran (LRA), yang memuat komponen pendapatan,
belanja, dan pembiayaan beserta besaran anggaran, realisasi, dan selisih
anggaran dan realisasinya.
Selisih antara
anggaran dan realisasi untuk ketiga komponen tersebut (yakni pendapatan,
belanja dan pembiayaan) menunjukkan ketidakakurasian dalam penganggaran.
Ketidakakurasian ini merupakan salah satu “pengukur” risiko fiskal dalam
penganggaran.
C.
Risiko Fiskal dan Penganggaran Tradisional
Ada beberapa faktor
yang menyebabkan risiko fiskal selalu ada, salah satunya adalah penerapan
pendekatan anggaran konvensional atau tradisional. Allen Schick (2006)
menyatakan bahwa anggaran konvensional sudah tidak memadai lagi, karena:
1.
Masih menggunakan basis kas, dimana pengeluaran (expenditures)
dicatat ketika pembayaran dilakukan, tidak ketika kewajiban (liabilities)
timbul.
2.
Definisi dan kriteria pengakuan. Aturan dalam akuntansi tradisional
menghalangi pengakuan risiko yang belum pasti.
3.
kewajiban
implisit: banyak risiko yang masih implisit (moral atau politis), bukan
kewajiban yang legal (legal obligations)
4.
Anggaran sering menyalahi kondisi fiskal pemerintah:
kewajiban (seperti tunggakan2) dikeluarkan, seperti dilakukan terhadap
dana-dana off-budget dan extra-budgetary.
5.
Anggaran
tidak melihat ke depan (the budget is not forward looking). Horison waktu terbatas pada satu tahun dan kebputusan
pengeluaran dibuat tanpa melihat implikasi ke depan.
6.
Anggaran tidak memasukkan contingent liabilities:
Pembayaran-pembayaran pada masa yang akan datang untuk skema penjaminan dan
asuransi hanya dimasukkan dalam tahun dimana pembayaran dilakukan.
Menurut Schick 2006, ada beberapa
langkah yang bisa ditempuh untuk membatasi risiko fiskal pemerintah (limiting
the government’s fiscal risk), yakni:
1. Melakukan penilaian atas risiko (risk
assessment) sebelum komitmen dibuat. Waktu paling tepat untuk mengontrol
risiko adalah sebelum pemerintah menerimanya.
2. Risk assessment dipisahkan
dengan risk commitment. Di pemerintah, assessment dan commitment
ditangani oleh entitas yang sama. Sementara di bisnis, keduanya dipisahkan.
3. Kewajiban
yang diperkirakan akan terjadi dilaporkan dalam lampiran laporan keuangan. IMF code of good practice on fiscal transparency merekomendasikan pelaporan secara eksplisit atas contingent
liabilities.
4. pemerintah
berbagi risiko dengan perusahaan atau rumah tangga. Para pengambil risiko (risk-takers) biaya-biaya yang timbul
sebagai konsekuensi yang telah diambil bersama.
Pengaruh Kebijakan Fiskal terhadap Hukum (Fiqh)
zakat
Persoalan
dualisme zakat dan pajak yang harus ditunaikan warga negara yang Muslim.
Sebagian besar ulama fiqh memandang bahwa zakat dan pajak adalah dua entitas
yang berbeda dan tidak mungkin dipersatukan. Penelitian ini berusaha untuk
menjawab bagaimana landasan pengintegrasian zakat dan pajak tersebut. Dan
bagaimana pengaruh teori-teori tentang kebijakan fiskal terhadap hukum zakat.
Karena itu, upaya pengintegrasian zakat dan pajak tersebut adalah dengan
melakukan rekonstruksi sejarah terhadap pelaksanaan zakat pada masa awal Islam.
Sehingga pengintegrasian zakat dan pajak ini dapat dilakukan dengan keberanian
merumuskan kembali konsep zakat dalam Islam. Hal ini tentu akan menyebabkan
pergeseran dalam hukum zakat. Pengaruh kebijakan fiskal modern terhadap hukum
zakat terjadi pada subyek dan obyek pajak, tarif, dan sasaran pendistribusian
zakat. Subyek zakat dalam kebijakan fiskal adalah perorangan dan badan hukum.
Pengaruh kebijakan fiskal terhadap obyek zakat adalah jenis kekayaan yang
dikeluarkan zakatnya tidak terbatas pada jenis-jenis harta tertentu, tetapi
juga meliputi berbagai jenis kekayaan lainnya menurut kebijakan pemerintah.
Pengaruh kebijakan fiskal dalam hal tarif atau prosentase zakat yang harus
dikeluarkan adalah sebagaimana dalam pajak, tarif zakat menjadi tidak tetap,
bisa saja dikenakan tarif proporsional, tarif regresif dan tarif progresif
sesuai dengan tujuan kebijakan fiskal yang akan dicapai pemerintah. Sedangkan
pengaruh terhadap sasaran pendistribusian zakat adalah perluasan makna asnaf yang
telah ditetapkan al-Qur’an dengan bertujuan untuk terpenuhinya pengeluaran
pemerintah dalam rangka kesejahteraan masyarakat. Sehingga penelitian ini
memberikan kontribusi bagi penemuan hukum Islam, yaitu penemuan hukum dengan
memakai pendekatan ekonomi makro yakni adanya pengaruh kebijakan fiskal negara
terhadap hukum zakat, baik dari segi subyek, obyek, tarif, dan
pendistribusiannya. Secara
praksis, penetapan hukum zakat mengacu kepada tujuan dan filosofi zakat itu
sendiri.
KESIMPULAN
Dalam
konsep keuangan publik menjadi landasan pengembangan konsep kebijakan fiskal
dalam dunia ekonomi makro sekarang Semakin besar anggaran belanja yang
dialokasikan oleh pemerintah untuk kepentingan masyarakat akan semakin
memberikan dampak positif bagi perekonomian. Negara memiliki peranan yang
penting melalui kebijakan keuangan public. kebijakan publik yang dikeluarkan
oleh pemerintah dalam bidang ekonomi dapat dipastikan akan berdampak pada
perekonomian sektor swasta yang dimiliki oleh masyarakat. Dalam masyarakat
internasional yang sekarang hidup di dalam era globalisasi, setiap pemerintahan
yang ada di dunia harus selalu menjaga agar kebijakan perpajakan yang ada di
dalam setiap negara berlaku secara proporsional, sehingga Negara tersebut tidak
mengalami ancaman menurunnya jumlah investasi ataupun menurunnya kegiatan
produksi di dalam negara tersebut yang akan berdampak pula dengan meningkatnya
laju pengangguran. Dan menghindari penggunaan suku bunga dalam manajemen
moneter dan penerapan profit-and-loss sharing pada financial intermediation
dapat menciptakan perekonomian yang lebih stabil karena dengan manajemen
moneter alternatif tersebut dapat me-minimisasi pemanfaatan aggregate money
demand untuk kegiatan-kegiatan yang non-produktif dan spekulatif. Dengan
diminimisasinya kegiatan-kegiatan tersebut maka efisiensi dan pemerataan
pemanfaatan resources dapat ditingkatkan serta dapat mengurangi tekanan
inflasi, ketidak stabilan ekonomi dan memudahkan pencapaian tujuan-tujuan
ekonomi yang telah dicanangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Soediyono Reksoprayitno. 2000. Pengantar Ekonomi Makro. Yogyakarta: Anggota IKAPI.
Ilfi Nur Diana, Hadis-hadis
Ekonomi, (Yogyakarta:
UIN- Malang Press Anggota IKAPI, 2008) hal, 103
[1] . Soediyono Reksoprayitno, Pengantar
Ekonomi Makro, (Yogyakarta: Anggota IKAPI, 2000) hal , 92
[2] http ://fileperbankansyariah.blogspot.com/2011/03/kebijakan
fiskal.dalam.perekonomian.html
[3] . Ilfi Nur Diana, Hadis-hadis
Ekonomi, (Yogyakarta: UIN- Malang Press Anggota IKAPI, 2008) hal, 103
Comments
Post a Comment
Bijaklah dalam berkomentar di bawah ini.