Skip to main content

Pelakor dalam Islam II Kajian Rumah Tangga Islami atas Perselingkuhan



Berita-berita tentang rusaknya tatanan rumah tangga sekarang seolah menjadi berita yang biasa. Media online seolah tiada habisnya mengabarkan kisah pilu, utamanya para pesohor, terkait kemunculan Wanita Idaman Lain (WIL), Pria Idaman Lain (PIL) dan kisah menjijikan perselingkuhan lainnya. Dan itu terjadi di negeri yang mayoritas beragama Islam ini, Indonesia. Maka tak mengherankan aib tersebut dikait-kaitkan dengan keyakinan yang dianut oleh para pelakunya. Padahal Islam mendudukan status pernikahan sebagai suatu ikatan suci yang sangat sakral. Dan perselingkuhan (baca: perzinaan), bukan hanya berdampak buruk terhadap pelakunya, namun juga bagi masyarakat sekitarnya. Orang tua dahulu menyakini hal ini akan membawa bala' musibah bagi daerah dimana perilaku haram tersebut terjadi.

Kabar tentang cinta liar yang datang merusak rumah tangga pun memunculkan narasi-narasi tidak masuk akal di media sosial. Apa lagi jika para pelakunya adalah pesohor artis religi, seolah hal itu dapat dipermaklumkan. Misal narasi "Katanya klau ngomongin Ni*a Sa*yan itu ghibah, klau ngomongin Gise* itu Infotemen" sindir Guntur Romli. Atau satire dari Cak Firman "Para wartawan salah kaprah, hubungan suami isteri antara ayus dengan nisa sabyan ditulis perselingkuhan dan ni*a disebut Pelakor. Wooi disebut perselingkuhan itu kalau isteri A*us jalin hubungan intim dengan lelaki lain, tapi kalau a*us menikahi perempuan lain selain isterinya itu tidak disebut perselingkuhan dan perempuan pelaku pernikahan kedua itu tidak disebut Pelakor. Faham hukum islam nggak sich?". Dua netter tersebut berusaha menangkap false logic yang beredar di tengah-tengah masyarakat: pertama, bahwa hukum mengulas aib antara pegiat seni religi dan bukan, adalah suatu hal yang berbeda, padahal sama. kedua, bahwa perempuan single yang menggoda suami orang lain adalah suatu hal yang boleh dilakukan, padahal tidak.

Lantas, bagaimana sebenarnya petunjuk yang diberikan oleh Baginda Rasulullah SAW terkait perselingkuhan yang disebabkan oleh godaan seorang perempuan single terhadap suami orang lain. Sabda Rasulullah SAW ini setidaknya terdapat pada 6 matan hadits dengan narasi yang serupa. Dalam hal ini terdapat pada Kitab Shahih Ibnu Hibban Arab 2 hadis [No. 1132] [No. 11099]; Kitab Sunan Baihaqi Kabir 1 hadis [No. 19504]; Kitab Syuabul Iman Baihaqi 2 hadis [No. 5509] dan [No. 11166]; Kitab Targhib Wat Tarhib Mundziri 1 hadis [No. 769]. Matan hadits tersebut berbunyi sebagaimana berikut ini:

أَخْبَرَنَا أَبُو الْحَسَنِ مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ دَاوُدَ الْعَلَوِيُّ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِ، أنا - أَبُو الْأَحْرَزِ مُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ بْنِ جَمِيلٍ الْأَزْدِيُّ، ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ دَنُوقَا، ثنا الْأَحْوَصُ بْنُ جَوَّابٍ، ثنا عَمَّارُ بْنُ زُرَيْقٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عِيسَى بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ خَبَّبَ خَادِمًا عَلَى أَهْلِهَا فَلَيْسَ مِنَّا، وَمَنْ أَفْسَدَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا فَلَيْسَ مِنَّا"
Meriwayatkan hadits kepada kami dari Sahabat Abu Hurairah r.a, beliau berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW "Barangsiapa yang menyakiti pembantu terhadap majikannya, maka ia bukanlah bagian dari kami (golongan kaum muslimin). Dan barangsiapa yang merusak seorang istri atas suaminya, maka ia bukan golongan dari kami (golongan kaum muslimin/muslimat). HR. Imam Baihaqi r.a

Zina dalam Rumah Tangga Penyebab Musibah Lingkungan
Ancaman hukuman berzina itu tidak ringan, baik di dunia maupun di akhirat kelak. “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dari hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaan hukuman itu disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman," (QS al-Nûr [24]: 2).  Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada dosa yang lebih besar di sisi Allah, setelah syirik, kecuali dosa seorang lelaki yang menumpahkan spermanya pada rahim wanita yang tidak halal baginya,” (Ibnu Abi al-Dunya).   

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah menceritakan mimpinya, “Sampai di suatu tempat seperti tungku pembakaran. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh dan riuh. Ternyata di sana ada laki-laki dan perempuan telanjang. Tak berselang lama, datanglah lidah api dari bawah menuju mereka. Setelah lidah api itu mengenai mereka, mereka menjerit keras. Ketika pemandangan itu ditanyakan, dijelaskan bahwa sejumlah laki-laki dan perempuan telanjang itu adalah para pezina,” (HR al-Bukhari).

Adapun dampak perzinaan dan perselingkuhan sebagaimana dimaksud oleh Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan ‘Abdullah ibn ‘Umar,  “Wahai kaum Muhajirin, ada lima perkara yang apabila diuji dengan lima perkara itu—aku berlindung pada Allah—kalian akan mengetahui akibatnya. Di antaranya, tidaklah tampak perbuatan keji seperti yang dilakukan kaum Nabi Luth (homoseksual) bahkan mereka berani terang-terangan, kecuali di tengah mereka akan merebak tha‘un dan berbagai penyakit yang belum pernah dialami para pendahulu mereka,”.  Perzinaan yang menjadi inti perselingkuhan disebut akan menyebabkan rusaknya suatu garis keturunan. Maka, dapat dimaklumi jika kemudia Allah mewajibkan pemberian hukuman (had) bagi para pelakunya untuk menjaga kehormatan mereka, menghindari terjadinya kekacauan garis keturunan, serta menciptakan masyarakat yang bersih.

Taubat atas Zina terhadap Rumah Tangga Orang Lain
Dalam kitab I'anah at-Tholibin IV / 295 disebutkan bahwa cara bertaubat atas zina terhadap pasangan rumah tangga lainnya, para ulama' dalam hal ini terdapat khilafiyyah atau berbeda pendapat: Bahwa zina termasuk haqqul adami. Dan jika berpedoman kepada pendapat ini, maka taubat dari perselingkuhan (zina) harus minta maaf kepada suami/istrinya bila orang yang diselingkuhi itu telah berumahtangga, dan atau meminta maaf kepada kerabatnya bila dia tidak bersuami, disyaratkan minta maaf kepada suaminya wanita yang diselingkuhi tersebut jika dikhawatirkan tidak akan menimbulkan fitnah. Dan jika dikhawatirkan permintaan maaf tersebut akan menimbulkan fitnah, maka tidak wajib meminta maaf, cukup bertadlorru'/merendahkan diri kepada Allah SWT agar suami/istrinya merelakan pelaku zina tersebut. Pendapat terakhir ini karena menganggap bahwa zina bukanlah termasuk haqqul adami jadi tidak harus terjadinya istihlal/minta ma'af.

قوله: وقال بعضهم يتوقف في التوبة الخ) أي يحتاج في صحة التوبة من الزنا على استحلال زوج المزني بها إن لم يخف فتنة. (وقوله: وإلا) أي بأن خيف فتنة. (وقوله: فليتضرع الخ) أي فلا يتوقف على الاستحلال، بل يكفي التضرّع إلى الله تعالى في إرضاء الخصم عنه. (قوله: وجعل بعضهم الخ) قال في الزواجر، بعد كلام: وقضية ما ذكره ـ أي الغزالي ـ من إشتراط الاستحلال في الحرم الشامل للزوجة والمحارم كما صرّحوا به، أن الزنا واللواط فيهما حق للآدمي، فتتوقف التوبة منهما على إستحلال أقارب المزني بها، أو الملوط به، وعلى إستحلال زوج المزني بها. هذا إن لم يخف فتنة، وإلا فليتضرّع إلى الله تعالى في إرضائهم عنه. ويوجه ذلك بأنه لا شكّ أن في الزنا واللواط إلحاق عار، أي عار بالأقارب، وتلطيخ فراش الزوج، فوجب إستحلالهم حيث لا عذر.فإِن قلت: ينافي ذلك جعل بعضهم من الذنوب التي لا يتعلق بها حق آدمي وطء الأجنبية فيما دون الفرج وتقبيلها من الصغائر، والزنا وشرب الخمر من الكبائر، وهذا صريح في أن الزنا ليس فيه حق آدمي فلا يحتاج فيه إلى الاستحلال.قلت: هذا لا يقاوم به كلام الغزالي، لا سيما وقد قال الأذرعي عنه أنه في غاية الحسن والتحقيق، فالعبرة بما دلّ عليه دون غيره. اهـ (قوله: فلا يحتاج) أي الزنا وهو تفريع على أنه ليس فيه حق آدمي. (وقوله: إلى الاستحلال) أي استحلال زوج المزني بها. (قوله: والأوجه الأول) أي ما قاله بعضهم من أنه يتوقف في التوبة من الزنا على الاستحلال
namun demikian, untuk dipahami, bahwa permintaan maaf tersebut tidak lantas menggugurkan hukuman (hadd) yang harus dijalani oleh para pelaku perselingkuhan. Adapun konsekuensi hadd antara mereka yang bersuami dan single, berbeda. Semoga bermanfaat.

Comments

Popular posts from this blog